Saya menikah tahun 1991. Dari album foto pernikahan saya, baru saya menyadari betapa kurusnya saya saat itu (ketika menikah saya tidak merasa kurus, tapi normal-normal saja).
Barangkali karena standar saya sekarang yang saya anggap normal, dengan kisaran berat bedan 75 hingga 78 kg.
Padahal, saya tergolong gemuk mengingat tinggi badan cuma 164 cm. Artinya, saya memakai standar yang salah.
Justru, dengan berat badan saat menikah yang sekitar 56-58 kg, itulah yang normal, meskipun berada hampir di batas bawah kelompok normal.
Tapi, bukan pernikahan yang membuat saya gendut (dengan berat hati saya pakai istilah gendut, karena kegemukan saya sangat terlihat di bagian perut).
Hal ini terbukti dengan betapa sulitnya saya mencari baju jadi yang pas tubuh. Kalau bahunya cocok, bagian perut yang sempit.
Sebaliknya, jika bagian perut sudah cocok, giliran bagian bahu yang jadi terlihat longgar.Â
Saya baru gemuk setelah sempat berdinas di Denpasar, Bali, selama 2 tahun (1996-1997), sebelum kembali ke kantor pusat sebuah BUMN di Jakarta.
Artinya, sejak 1991 hingga 1996, meskipun sudah menikah, saya tetap belum bisa disebut gemuk.
Ini berbeda dengan pengalaman salah seorang putra saya, yang saat ini menjadi satu-satunya anak (dari 3 bersaudara) yang sudah berkeluarga.
Ia menikah Januari 2021, tapi sekarang berat badannya relatif seimbang jika dibandingkan dengan saya.Â