Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polisi Menyamar Jadi Wartawan, Apa Kata PWI?

20 Desember 2022   06:40 Diperbarui: 20 Desember 2022   06:57 462
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Guru olahraga saya di SMP 1 Payakumbuh, Sumbar, pada era 1970-an dulu, merangkap pekerjaan sebagai wartawan koran Haluan terbitan Padang.

Saat saya baru masuk kuliah, ada 2 atau 3 orang mahasiswa senior yang juga menjadi wartawan di sela-sela kegiatan kuliahnya.

Mahasiswi yang cakep akan diwawancara dan difoto oleh wartawan yang mahasiswa senior itu, untuk diterbitkan pada koran edisi Minggu.

Saya sendiri mulai menulis opini di koran Haluan pada waktu kuliah di era awal 1980-an, tapi tidak menjadi wartawan.

Kemudian setelah bekerja di Jakarta, saya tetap sempat menulis opini hingga pertengahan dekade 1990-an di sejumlah koran ibu kota, termasuk koran paling prestisius, Kompas.

Namun, sejak mulai mendapatkan jabatan di tempat saya bekerja, saya sengaja menghentikan kegiatan menulis.

Alasannya, bukan saja karena kesibukan di kantor, tapi juga khawatir tidak bisa bersikap independen jika menulis soal persaingan usaha yang melibatkan perusahaan tempat saya bekerja.

Soalnya, tulisan saya lebih banyak berupa analisis atas laporan keuangan perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan.

Industri jasa keuangan memang diwajibkan regulator untuk mempublikasikan laporan keuangan setiap triwulan. Hal itulah yang menjadi sumber data yang saya gunakan.

Meskipun saya sudah memberi catatan bahwa "opini penulis tidak mencerminkan sikap institusi di tempat penulis bekerja", tak urung saya pernah ditegur direktur yang menjadi atasan saya.

Ceritanya, tulisan saya dianggap menilai rendah perusahaan tempat saya berkarier dan justru memuji perusahaan pesaing.

Akhirnya, itu tadi, saya mengucapkan wassalam pada dunia kepenulisan, hingga akhirnya saya menemukan Kompasiana pada 2013.

Mohon maaf saya jadi ngelantur ke kisah pribadi. Kembali ke soal wartawan, yang ingin saya sampaikan adalah, sah-sah saja seseorang merangkap pekerjaan menjadi wartawan.

Tentu, sepanjang si wartawan bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, baik tugas kewartawanan maupun tugas di institusi lain.

Apalagi, anak muda sekarang terbiasa dengan gaya multitasking. Lagipula, wartawan ada yang tergolong wartawan tidak tetap, tidak harus mengejar berita setiap hari.

Tapi, tunggu dulu, ternyata untuk menjadi wartawan ada kode etik dan ketentuan lain yang wajib dipatuhi.

Nah, baru-baru ini terungkap kisah seorang polisi, Iptu Umbaran Wibowo, yang dilantik menjadi Kepala Kepolisian Sektor (Kapolsek) Kradenan, Blora, Jawa Tengah.

Masalahnya, orang-orang dekat Umbaran selama ini mengenalnya sebagai wartawan,  bukan polisi.

Tepatnya, Umbaran sudah 14 tahun jadi kontributor berita untuk TVRI, dan bahkan menjadi anggota Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Blora.

Namun, ternyata dari pemberitaan sejumlah media, Umbaran adalah intel yang menyamar menjadi wartawan.

Detik.com (18/12/2022) menuliskan bahwa kiprahnya (maksudnya kiprah Umbaran) di dunia jurnalistik merupakan salah satu operasi penyamarannya sebagai seorang intel.

Keberadaan polisi yang bekerja sebagai wartawan itu langsung direspon oleh banyak pihak. Misalnya, Dewan Pers langsung minta klarifikasi kepada TVRI dan PWI.

Direktur Utama TVRI Iman Brotoseno mengatakan TVRI Jawa Tengah betul-betul tidak tahu kalau Umbaran adalah anggota intel.

Adapun PWI memilih memberhentikan Umbaran sebagai anggotanya. Alasannya, seperti disebutkan Ketua Dewan Kehormatan PWI Ilham Bintang, Umbaran melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Ilham Bintang menyinggung Pasal 1 KEJ yang mewajibkan wartawan bersikap independen, ksatria, menunjukkan identitas diri dan terpercaya.

Tapi, PWI Blora yang angkat bicara terkait kasus Umbaran, menyatakan sewaktu Umbaran menjadi Wakapolsek Blora Kota pada pertengahan 2022, Umbaran sudah mengundurkan diri dari PWI.

Begitulah kisah polisi yang jadi wartawan. Pendapat saya di bagian awal tulisan ini bahwa pekerjaan wartawan bisa dirangkap dengan pekerjaan lain, harus saya revisi.

Maksudnya, ada catatan, asal wartawan yang merangkap itu tidak melanggar KEJ. Si wartawan harus terbuka menyatakan ia juga bekerja di tempat lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun