Kebetulan sekarang masih dalam bulan Oktober, yang juga menjadi Bulan Bahasa 2022. Tentu, sesekali kita perlu juga secara serius melakukan perenungan terkait berbagai aspek kebahasaan.
Perenungan tersebut bisa bersifat introspeksi pada diri kita masing-masing. Sejauh ini, seperti apa kita menghargai bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan kita, bangsa Indonesia.
Paling tidak, saat kita berbicara secara formal dalam sebuah forum pertemuan, atau saat menulis yang akan dibagikan kepada banyak orang, sedapat mungkin kita sebaiknya memperhatikan kaidah berbahasa yang baik dan benar.
Adapun dalam bahasa pergaulan sehari-hari, masih bisa ditolerir bila kita berbahasa gado-gado, campuran bahasa Indonesia, bahasa daerah, dan juga bahasa Inggris.
Perenungan tersebut bisa pula dilihat dari sisi makro, maksudnya dari sisi fenomena berbahasa masyarakat kita secara umum.
Ada peribahasa Melayu yang dulu sangat terkenal, yang berbunyi "bahasa menunjukkan bangsa".Â
Secara tersirat, pengertian peribahasa itu sudah cukup jelas, yaitu terkait dengan identitas atau asal usul seseorang yang bisa diketahui dari bahasanya.
Namun, tahukah Anda apa sesungguhnya yang dimaksud dengan "bangsa" dalam peribahasa tersebut?
Jangan keliru, bangsa yang dimaksud bukanlah apa yang kita kenal sekarang seperti dalam penyebutan "Bangsa Indonesia".
Dalam pemahaman masyarakat Melayu di zaman dulu, bangsa juga bisa dikaitkan dengan status seseorang, apakah tergolong kaum bangsawan atau masyarakat biasa.
Memang, dulunya Melayu berupa kerajaan. Bahkan, jumlah kerajaannya tidak hanya satu kalau kita melihat bekas peninggalan Kerajaan Melayu Deli, Melayu Riau, Melayu Palembang, dan sebagainya.