Pemilihan Putri Kebaya hingga dekade 1970-an, sering diadakan dalam rangka memperingati Hari Kartini dan Hari Ibu. Biasanya lomba tersebut dilakukan antar sekolah atau antar kelurahan di sebuah kota.
Tentu saja, peserta yang dipilih mewakili sekolah atau kelurahan sudah diseleksi, sehingga yang menjadi peserta biasanya yang cantik dengan penampilan menarik.
Maka, bila ajang pemilihan tersebut ditonton banyak orang, wajar-wajar saja. Apalagi, tradisi berkebaya memang sangat memasyarakat sejak dulu, hingga awal pemerintahan Orde Baru.
Sayangnya, mulai dekade 1980-an, gelombang budaya pop demikian gencar mempengaruhi anak muda Indonesia, termasuk dalam gaya berpakaian.
Sehingga, model pakaian kebaya pun dinilai sudah ketinggalan zaman, bahkan dianggap kolot. Ajang pemilihan putri kebaya mulai semakin jarang terdengar.
Berikutnya, Â sejak sekitar akhir dekade 1990-an, model pakaian muslimah mulai mendominasi, seiring dengan makin semaraknya pengajian yang diikuti ibu-ibu anggota majelis taklim.
Di lain pihak, ada kesan bahwa kebaya bukan pakaian muslimah. Memang, dulu kebaya identik dengan pakaian agak ketat di badan pemakainya.
Syukurlah, akhir-akhir ini tren kembali menggunakan kebaya mulai terlihat. Para perancang mode terkenal pun memperkenalkan model kebaya yang bisa mengikuti perkembangan zaman.
Sekarang kebaya menjadi lebih fleksibel dan bisa dipadukan dengan hijab. Kebaya panjang dan agak longgar menjadi pilihan agar tetap memenuhi kaidah syariah.
Bahkan, dalam acara yang bersifat resmi, baik acara kenegaraan maupun acara resepsi pernikahan, semakin banyak wanita berkebaya yang terlihat cantik, anggun dan modern.
Kebaya nusantara sebetulnya ada banyak ragamnya. Yang lazim di Jawa sedikit berbeda dengan yang biasa dipakai di Sumatera, dan juga berbeda lagi dengan kebaya di Bali. Belum lagi kalau dilihat di daerah-daerah lainnya.