Kasus seorang ibu yang datang pakai mobil Mercy, tapi membawa 3 buah coklat dan 2 buah sampo tanpa membayar di sebuah minimarket di Tangerang Selatan (13/8/2022), sangat menarik untuk dicermati.
Tindakan ibu tersebut rupanya dipergoki dan direkam oleh seorang karyawati minimarket. Rekaman itu kemudian menjadi viral.
Awalnya, si ibu malah mengancam karyawati yang merekam dan menyebarkan tindakan pencurian atau pengutilan tersebut dengan dalih si karyawati melanggar Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Si karyawati dipaksa untuk meminta maaf pada si ibu. Tapi, perkembangan terakhir berbuah hasil positif, setelah pengacara kondang Hotman Paris Hutapea membantu si karyawati dengan membuat laporan ke pihak kepolisian.Â
Akhirnya si ibu yang orang kaya itu meminta maaf. Bahkan, menurut Detik.com (15/8/2022), pelaku pencurian coklat menangis histeris dan menyesal.
Baik, tulisan di bawah ini tidak lagi berkaitan dengan kasus di atas. Tapi, sekadar berandai-andai saja, bagaimana dilihat dari sisi bisnis, bila tindakan pencurian yang dilakukan pelanggan, tidak ketahuan oleh karyawan yang bertugas?
Diduga, di toko-toko yang menjual barang harian, kerugian karena ada pengutil yang tidak ketahuan, lumayan sering terjadi.
Bahkan, bisa jadi justru dilakukan oleh oknum karyawan, juga bukan hal yang langka. Kalau ketahuan, tentu si karyawan akan dipecat.
Ya, itulah yang namanya risiko dalam berbisnis. Risiko merupakan sesuatu yang sulit dihindari, meski bisa diminimalisasi dengan melakukan berbagai hal, baik melengkapi dengan alat tertentu atau menambah tenaga pengawas.
Karena dianggap sebagai risiko bisnis, maka semuanya harus terkalkulasi. Untuk menghitung berapa barang yang hilang, secara teknis akuntansi, secara periodik (biasanya saat akhir tahun), dilakukan stock opname (SO).