Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru saja mengalami pergantian Dewan Komisioner yang merupakan lapisan kepemimipinan tertinggi di lembaga yang peranannya sangat strategis itu.
Saking strategisnya peranan OJK, sehingga pers sering menjuluki OJK sebagai lembaga superbody. Betapa tidak, sebelum OJK terbentuk pada 16 Juli 2012 lalu, ada beberapa lembaga yang membuat regulasi dan mengawasi lembaga keuangan.
Lembaga keuangan berbentuk bank diatur dan diawasi oleh Bank Indonesia (BI). Asuransi, Dana Pensiun, dan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) lainnya diawasi oleh Kementerian Keuangan.
Perusahaan yang go public, diawasi oleh Badan Pengawas Pasar Modal (Bapemam) yang merupakan unit khusus di Kementerian Keuangan (terpisah dari unit yang mengawasi asuransi).
Nah, dengan terbentuknya OJK, semua pengaturan atau regulasi terhadap bank, asuransi, dana pensiun dan lembaga jasa keuangan lainnya, diatur oleh superbody tersebut.
Demikian pula fungsi pengawasan atas industri jasa keungan, baik yang bersifat pencegahan maupun penindakan, semuanya dilakukan oleh OJK.
Fungsi OJK lainnya yang tak kalah penting adalah memberikan perlindungan pada masyarakat atau melayani pengaduan konsumen yang berkaitan dengan jasa keuangan.
Tentu, edukasi dari OJK sangat diperlukan agar tingkat literasi keuangan masyarakat meningkat dan menyebar hingga mereka yang tinggal di berbagai pelosok.
Jelaslah, dikaitkan dengan maraknya fenomena investasi bodong yang telah banyak memakan korban berupa menguapnya uang para investor, tentu harapan masyarakat pada OJK sangat besar agar bisa menjalankan peranannya dengan baik.
Bermacam-macam modus dari investasi bodong tersebut, dari yang tradisional seperti memakai pola arisan berantai atau berkedok koperasi, hingga yang canggih beroperasi secara digital. Terjadi pula beberapa kasus gagal bayar di beberapa perusahaan asuransi.