Bali sebagai destinasi wisata utama di negara kita, dari dulu sudah menjadi magnet bagi wisatawan mancanegara. Bahkan, Bali sudah identik dengan pariwisata.
Sehingga, bila terjadi musibah tertentu yang membuat wisatawan tidak berkunjung ke Bali, akibatnya sangat serius, Bali seakan menjadi daerah "mati" tanpa denyut ekonomi.
Dulu, terjadi aksi teroris Bom Bali 1 (Oktober 2002) dan Bom Bali 2 (Oktober 2005), yang sontak membuat usaha pariwisata Bali menjadi mati suri.
Karena turis asing takut ke Bali, akhirnya turis domestik yang mulai menghidupkan kembali pariwisata Bali. Apalagi, pemerintah membuat kebijakan cuti bersama.
Cuti bersama diadakan pada tanggal yang mendekati hari besar, yang di kalender ditandai dengan warna merah. Misalnya, ada tanggal merah di hari Kamis, makanya Jumat besoknya ditetapkan sebagai cuti bersama.
Dengan demikian, para pegawai yang berada agak jauh dari Bali berkesempatan untuk berwista ke Pulau Dewata tersebut.
Jika kita melihat dari sisi devisa yang masuk, tentu kehadiran wisatawasan asing yang lebih banyak yang diharapkan. Tapi, dilihat dari sisi dampaknya bagi pelaku usaha wisata di Bali, wistawan domestik pun sudah lumayan membantu.
Yang terkait dengan usaha wisata bukan hanya pemilik hotel, restoran, mal, toko souvenir, bus dan kapal pariwisata, tapi juga banyak sekali karyawan yang menggantungkan hidup dari sana.
Syukurlah, kemudian Bali berhasil pulih, wisatawan mancanegara dari Australia, Jepang, China, India, dan negara lainnya, kembali mendominasi.
Ketika Bali berada dalam tahap kejayaannya, datang lagi musibah yang lebih berat dan lebih lama yang sebetulnya merupakan musibah global.