Karena toko beras langganan kami lagi tutup, istri saya akhirnya membeli beras di sebuah pasar swalayan ternama di kawasan Jakarta Timur.
Biasanya, kami membeli beras di sebuah toko beras di Pasar Induk Cipinang. Memang, yang berbelanja di sana kebanyakan adalah para pedagang yang akan menjual lagi beras tersebut secara eceran.
Tapi, konsumen yang membeli untuk dikonsumsi sendiri, juga dilayani oleh pedagang di pasar induk tersebut. Konsumen bisa melihat saat beras ditimbang dan dimasukkan ke dalam karung.
Berbeda bila berbelanja di pasar swalayan, beras yang dijual sudah dikemas dalam berbagai ukuran. Jadi, konsumen hanya memilih berdasarkan keterangan yang tercantum di kemasannya saja.
Namun, ternyata ada juga seorang petugas yang melayani konsumen yang bediri di dekat tempat penjualan beras. Nah, tergiur oleh kata-kata petugas itu, istri saya merasa mantap membeli beras yang direkomendasikannya.
Katanya, beras tersebut yang paling laris. Memang sedikit lebih mahal, tapi bermutu bagus. Ya, semoga saja petugas itu berkata jujur.
Masalahnya muncul ketika istri saya mau memasak nasi setelah sampai di rumah, dengan menggunakan beras yang baru dibeli di pasar swalayan itu tadi.
Kata istri saya, beras tersebut sudah direndam 3 kali, tapi airnya masih berwarna putih. Padahal, pada beras yang biasanya kami beli, pada rendaman kedua sudah tidak putih lagi, tapi seperti air bening.
Saya awalnya tidak begitu mengeluhkan soal air hasil rendaman yang masih putih itu. Hanya saja, setelah nasi matang di rice cooker, terlihat nasi yang lebih putih dari biasanya.
Kemudian, nasi juga jadi lebih lembek, meskipun volume air yang dimasukkan ke rice cooker saat memasak nasi, sama dengan yang biasa istri saya lakukan.
Rasanya pun, di lidah saya kurang cocok. Tapi, ini mungkin karena saya baru pertama kali memakan beras jenis yang baru dibeli itu.