Kompas.com (30/11/2017) memberitakan seorang anak di Manado bernama "Tahanan PBB". Kemudian, dari beberapa media daring lainnya, saya mencoba mengumpulkan nama-nama yang dinilai aneh.
Seorang warga Banyuwangi bernama "Tuhan" dan ada warga Bantul punya nama "Pintu Pemberitahuan". "Andy Go To School" adalah nama seorang warga Magelang.
Ada juga seorang perempuan di Temanggung bernama "Honda Suzuki Impalawati". Ada lagi nama yang membuat orang lain bingung, yakni hanya pakai tanda baca titik (.), yakni seorang warga Jepara (ggwp.id, 16/2/2021, bersumber dari IDN Times).
Berikutnya, ada nama aneh seperti Royal Jelly, Anti Dandruf, Firman Allah, Minal Aidin Wal Faidzin, Saiton, Selamet Dunia Akhirat, Nabi, Dontworry, Loe Yakin Untung Luganda, Jashujan, dan Allah Husomat.
Apakah ada orang Indonesia yang namanya lebih 60 karakter? Ternyata ada, yakni warga Yogyakarta. Namanya "Aiwinur Siti Diah Ayu Mega Ningrum Dwi Pangestuti Lestasi Endang Pamikasih Sri Kumala Sari Dewi Puspita Anggraini".
Saking panjangnya, saya sampai kewalahan membaca namanya. Tapi, si empunya nama panjang itu akhirnya hanya menulis nama satu huruf saja di KTP-nya yakni "Y".
Namun demikian, perlu disadari bahwa aneh atau tidak anehnya sebuah nama, bisa bersifat subjektif. Makanya, aturan pemerintah tentang nama yang mudah dibaca, tidak bermakna negatif dan tidak multitafsir, perlu contoh standarisasinya.
Belum didapat informasi, jika terjadi sengketa soal nama tersebut, apakah masyarakat bisa menggugat dan bagaimana posedurnya juga belum jelas.
Jangan sampai nantinya ketika mengurus akte kelahiran anaknya, orang tua si anak akan berdebat panjang dengan petugas di Kantor Catatan Sipil, bila dinilai nama tersebut melanggar aturan.
Pertanyaan berikutnya, bagaimana dengan mereka yang sudah terlanjur punya nama yang tidak sesuai ketentuan di atas, apakah harus ganti nama?Â
Jika diwajibkan mengganti nama, mungkin merepotkan juga, karena secara aturan yang berlaku, harus melalui penetapan oleh pengadilan setempat.