Setelah selama dua tahun di bulan puasa tidak dibolehkan kegiatan buka bersama (bukber) karena pandemi, sekarang banyak kantor yang menyelenggarakan acara buka bersama yang diikuti oleh semua pejabat dan karyawan di suatu kantor.
Tentu, yang ikut bukan hanya yang beragama Islam. Biasanya, karyawan yang nonmuslim pun ikut berpartisipasi sebagai salah satu wujud kebersamaan.
Nah, saat azan magrib berkumandang, agar tidak terjadi rebutan takjil, biasanya panitia bukber menggelar minuman dan aneka takjil secara tersebar di berbagai sudut ruangan
Saat itulah, tegukan pertama air minum atau saat buah kurma masuk rongga mulut, pasti terasa nikmat sekali, menjadi sensasi tersendiri bagi yang berpuasa.
Namun, buah kurma yang sama yang juga dikunyah oleh karyawan yang tidak berpuasa, mungkin tidak memunculkan sensasi sebagaimana yang dirasakan mereka yang berpuasa.
Kenapa hal itu terjadi? Saya jadi teringaat pelajaran ilmu ekonomi tentang Hukum Gossen dan menurut saya menjadi jawaban atas pertanyaan tersebut.
Hukum Gossen ada 2 buah yang dikenal dengan Hukum Gossen 1 dan Hukum Gossen 2. Tapi, di sini saya akan mengutip Hukum Gossen 1 saja, karena sudah mewakili kaitannya dengan kenikmatan saat berbuka puasa.
Hukum Gossen 1 berbunyi: "Jika pemenuhan kebutuhan akan satu jenis barang dilakukan terus menerus, utilitas yang dinikmati konsumen akan semakin tinggi, tapi setiap tambahan konsumsi satu unit barang akan memberikan tambahan utilitas yang semakin kecil."
Contoh paling sering digunakan untuk menjelaskan hukum di atas, adalah kenikmatan minum air bagi orang yang sedang kehausan.
Saat gelas pertama masuk kerongkongan, kenikmatannya terasa sangat tinggi, katakanlah mendapat nilai sempurna yaitu 10. Karena masih haus, gelas kedua masih tinggi nilainya.
Namun pada gelas ketiga, apalagi yang keempat dan seterusnya, tambahan kenikmatannya semakin berkurang. Bahkan, mungkin tidak membutuhkan air minum lagi, karena sudah kembung.