Saya kira, istilah speedometer sudah dikenal baik oleh banyak orang. Kurang lebih artinya adalah semacam alat pengukur laju kecepatan kendaraan yang ditampilkan di dashboard yang sangat gampang dilihat oleh pengemudi.
Entah bagaimana awalnya, saya tiba-tiba terlibat obrolan ringan dengan seorang teman yang setahu saya punya pengetahuan yang cukup luas tentang otomotif.
Teman ini, panggil saja namanya Dedi, mengatakan bahwa pada mobil-mobil yang banyak dipakai sekarang ini, sebetulnya speedometer-nya sengaja di-setting oleh produsen lebih cepat dari kecepatan yang sebenarnya.
Tujuannya, menurut Dedi, agar para pengemudi tidak tergoda untuk lebih ngebut lagi, padahal sebetulnya sudah ngebut. Jadi, ketika jarum di speedometer menunjuk angka 120, kecepatan yang sebenarnya mungkin sekitar 100-110 kilometer per jam.
Memang, perilaku sebagian pengendara, bila kebetulan jalan lagi tidak begitu ramai, apalagi bila di jalan tol, rasanya kurang nendang kalau tidak menginjak gas lebih dalam dan lebih dalam lagi.
Padahal, tanpa disadari, jarum di speedometer mungkin sudah sampai 140. Nah, mudah-mudahan begitu melihat angka 140 tersebut, akan menimbulkan efek psikologis bagi pengemudi.
Maksudnya, sang pengemudi tiba-tiba tersadar telah melewati ambang batas atas yang diperkenankan oleh ketentuan berlalu lintas.
Seperti diketahui, kecepatan maksimum di jalan tol adalah 120 kilometer per jam. Bahkan, mulai 1 April 2022 ini, pihak berwenang akan melakukan tilang bagi pengemudi yang melanggar.
Jadi, jika memang ada setingan seperti yang dikatakan teman saya Si Dedi itu, menurut saya ada logikanya. Meskipun, saya sendiri belum menemukan referensi yang membenarkan hal tersebut.Â
Gara-gara obrolan dengan Dedi tersebut, saya teringat tengan jam dinding atau jam tangan. Saya punya kebiasaan menyetel jam lebih cepat sekitar 5-10 menit dari yang sesungguhnya.
Dengan demikian, begitu bangun pagi, saya terdorong langsung melakukan apa yang harus saya lakukan, karena "jam"-nya sudah masuk.