Bagi mereka yang rajin mengikuti berita luar negeri, tentu mengetahui bahwa konflik antara Rusia dan Ukraina semakin memanas. Tentara Rusia diberitakan sejumlah media massa telah bersiap untuk melakukan serangan.
Namun demikian, Ukraina tidak akan gampang diduduki Rusia, karena ada Amerika Serikat (AS) serta negara-negara Eropa yang juga telah siap siaga memberikan bantuan.
Ukraina meraih kemerdekaan pada 1991 setelah sebelumnya bergabung dalam Uni Soviet. Rusia sebagai "pewaris" utama Uni Soviet yang telah bubar, berkeinginan menarik kembali Ukraina masuk orbit Moskow.
Pada 2014 Rusia menduduki Krimea, suatu wilayah yang sebelumnya masuk dalam Ukraina. Hingga kini status Krimea belum jelas dan menjadi rebutan antara Rusia dan Ukraina.
Tulisan ini tidak bermaksud menganalisis apakah akan terjadi perang dalam waktu dekat, meskipun AS dan negara-negara barat yakin bahwa Rusia akan menyerang pada Februari 2022 ini.
Tapi, seandainya pecah peperangan tersebut dan menyulut terjadinya Perang Dunia ketiga, maka  ada beberapa pertanyaan dan sekaligus menjadi catatan pada tulisan ini.
Pertama, seberapa dahsyat dampak yang ditimbulkan peperangan tersebut? Tentu saja kita tidak mengharapkan ini terjadi, karena kalau terjadi dampaknya sungguh sangat mengerikan.
Soalnya, teknologi persenjataan zaman sekarang sudah mengalami kemajuan luar biasa ketimbang Perang Dunia kedua, apalagi jika dibandingkan dengan Perang Dunia pertama.
Sekarang, perang senjata nuklir yang dikendalikan oleh artificial intelligence (AI) atau kecerdasan buatan, yang akan memainkan peranan utama.
Namanya juga kecerdasan buatan yang tak punya "hati", itulah yang membuat dampak peperangan menjadi sangat mengerikan.
Bukan tidak mungkin senjata nuklir yang diperintahkan AI menuju sasaran yang salah karena kekeliruan dalam mendeteksi kekuatan musuh melalui citra satelit.