Tersebutlah seorang dokter spesialis penyakit dalam yang sangat terkenal di sebuah kota besar di Pulau Sumatera. Masih ada gelar lain di ujung nama sang dokter, selain SpPD (spesialis penyakit dalam).
Tak heran, dokter tersebut menjadi rebutan dari sejumlah rumah sakit swasta. Sebagai pegawai negeri, praktik utamanya di rumah sakit pemerintah terbesar di kota itu.
Tapi, pada sore dan malam hari, sang dokter membuka praktik di beberapa rumah sakit swasta. Tampaknya hal ini sudah lazim dan tidak melanggar ketentuan yang berlaku.
Seperti diketahui, persaingan antar rumah sakit swasta di kota-kota besar, lumayan ketat. Selain bersaing dari sisi fasilitas, juga bersaing menjaring dokter-dokter terkenal.
Nah, ada sebuah rumah sakit yang belum terlalu lama berdiri di kota tersebut yang fasilitasnya lengkap dan cukup mewah.Â
Pihak manajemen rumah sakit itu berusaha membujuk dokter penyakit dalam itu tadi, agar menyediakan waktu di hari tertentu berpraktik di sana.
Sebetulnya, si dokter awalnya tertarik menerima ajakan tersebut karena lokasinya dekat dengan rumahnya.
Bahkan, dokter tersebut berencana menghentikan praktik di sebuah rumah sakit swasta yang jauh dari rumahnya, agar lebih banyak waktu di rumah sakit yang dekat rumah.
Ternyata, saat mau melakukan negosiasi, direktur rumah sakit melakukan blunder dengan meminta bu dokter berbicara empat mata.
Suami bu dokter yang awalnya ikut mengantar ke rumah sakit, langsung mencak-mencak ke direktur rumah sakit tersebut.
Sang suami memang bukan dokter, tapi selama ini suami bu dokter lah yang menjadi orang di belakang layar dalam memilih tempat praktik dan tarif konsultasi istrinya.