Meskipun saya pernah selama 4 tahun (2016-2020) menjadi dosen tidak tetap di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) di Jakarta Selatan, saya tidak sempat mengamati program Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di sana.
Tapi, sewaktu saya kuliah di dekade 80-an dulu, sedikit banyak saya aktif di Koperasi Mahasiswa (Kopma) sebuah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) di Sumatera.
Karena saya mahasiswa fakultas ekonomi jurusan akuntansi, saya dijadikan semacam pengawas atau auditor.Â
Jadi, kesibukan saya terutama menjelang diselenggarakannya Rapat Anggota Tahunan (RAT), karena pada forum tersebut akan disahkan laporan keuangan Kopma selama satu tahun terakhir.
Tentu, saya perlu meneliti dulu laporan tersebut dengan menelusuri ke bukti pembukuan, sehingga bila di laporan keuangan tercantum Kopma memperoleh keuntungan, angkanya dapat dipertanggungjawabkan.
Ketika itu, jasa foto kopi merupakan andalan pemasukan bagi Kopma, karena sering dibutuhkan para mahasiswa.
Kopma sering pula menjadi perantara pembelian buku teks, karena bila dipesan secara banyak ke penerbit, dapat diskon lumayan. Sehingga, mahasiswa yang membeli buku ke Kopma sedikit lebih murah ketimbang membeli ke toko buku.
Perlu diketahui, secara umum dikenal ada 4 jenis koperasi, yakni koperasi produksi, koperasi konsumsi, koperasi simpan pinjam, dan koperasi jasa.
Nah, Kopma termasuk sebagai koperasi konsumsi karena lebih banyak melayani kebutuhan sehari-hari mahasiswa.
Kelemahan utamanya adalah tidak tertibnya anggota menyetor iuran rutin, meskipun iuran tersebut relatif kecil.