Sejak ada musibah pandemi, baru pertama kali saya merasakan empuknya bangku bioskop pada Sabtu (27/11/2021) lalu, tepatnya di Epicentrum Walk, sebuah mal di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
Kebetulan, setelah mendaftar secara online, saya bisa mendapatkan sebuah tiket acara pembukaan Madani Film Festival yang diadakan di bioskop tersebut.
Ada sederet nama sebagai orang-orang yang berperan besar dalam acara Madani Film Festival dan yang paling terkenal adalah sutradara Garin Nugroho.
Garin telah menghasilkan sejumlah film yang tergolong "serius", tidak terlalu meledak di pasaran, namun sering memenangkan penghargaan di berbagi festival film di dalam dan luar negeri.
Pada acara pembukaan yang saya hadiri itu, setelah berbagai kata sambutan dan penampilan stand up comedy, ditayangkan sebuah film semi dokumenter yang berjudul "Pesantren".
Flim yang disutradarai oleh Shalahuddin Siregar ini sebelumnya telah tayang perdana di International Documentary Film Festival Amsterdam (IDFA) pada 2019.
Keseharian para santri tergambar di film itu, baik saat belajar di kelas, mencuci dan menyetrika bajunya sendiri, menerima kunjungan keluarga pada hari tertentu, sampai tidur tanpa kasur berdempet-dempet, hingga terbangun untuk salat subuh di masjid.
Diperlihatkan juga bagaimana santri putri berlatih memainkan alat musik angklung dan kolintang, serta santri putra berlatih pencak silat.
Seorang ibu, Nyai Hj. Masriyah Amva, yang ternyata pemilik pesantren yang dijadikan lokasi syuting, hadir di acara pembukaan dan ikut memberikan kata sambutan.
Pesantren tersebut bernama Pondok Pesantren Kebon Jambu al-Islamy dan berlokasi di Desa Babakan, Kecamatan Ciwaringin, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat.
Ibu Masriyah menyampaikan visi dalam membangun pesantren, antara lain berkaitan dengan kesetaraan perempuan dan laki-laki, serta memegang prinsip pluralisme dengan tidak memonopoli tafsir kebenaran dalam beragama.