Indonesia adalah negara agraris karena sebagian besar penduduknya berdomisili di pedesaan dan bekerja di bidang pertanian.
Begitulah yang kita baca pada buku pelajaran sekolah, baik sekolah dasar maupun sekolah menengah, pada zaman dulu, sampai dekade 1990-an.
Setelah itu, disadari atau tidak, sebutan sebagai negara agraris sedikit demi sedikit mulai tergerus, dengan semakin banyaknya para pemuda desa mencari pekerjaan di kota-kota.
Arus urbanisasi tak terelakkan lagi. Akibatnya, kawasan pinggiran kota yang dulu lahannya masih ditumbuhi aneka tanaman, sekarang sudah banyak dikonversi.
Ada yang dijadikan beberapa unit ruko, komplek perumahan, apartemen, mal, pabrik, kampus perguruan tinggi, dan sebagainya.
Di beberapa lokasi, bahkan dengan mengorbankan area yang sangat luas untuk dijadikan kawasan industri, lengkap dengan kemudahan persyaratan bagi para investor, termasuk investor asing.
Padahal, sebelumnya tanah tersebut merupakan tanah yang tergolong subur dan jadi salah satu sentra produksi padi atau hasil pertanian lainnya.
Itulah yang terlihat di Cikarang (Kabupaten Bekasi), Kabupaten Karawang, dan kawasan lain di sekitar kota Bandung, Semarang, dan Surabaya.
Lalu, mungkin sebagai kompensasinya, pemerintah menggenjot pertanian di luar Jawa, seperti dengan adanya proyek "food estate".
Proyek tersebut menggunakan lebih kurang sejuta hektar lahan gambut di Kalimantan.
Namun demikian, tentu tidak gampang "menyulap" tanah sangat luas itu menjadi food estate. Apalagi dibutuhkan biaya yang relatif mahal.