Saya tertarik dengan tulisan berjudul "Jalan Penderitaan Pemimpin" yang dimuat harian Kompas, edisi Kamis, 30 September 2021.
Pada tulisan itu antara lain menyinggung kondisi yang kita hadapi saat ini. Setelah 76 tahun terbebas dari penjajahan, kita justru menyaksikan pemimpin bermental penjajah.
Seperti penjajah, banyak pemimpin mengeksploitasi kekayaan negara demi keserakahan pribadi. Apa yang salah kaprah dengan pemimpin kita sekarang ini, begitu pertanyaan dalam tulisan tersebut.
Ya, pertanyaan dalam hati saya pun seperti itu. Tapi, sebelum memaparkan pendapat saya, perlu ditekankan, yang dimaksud pemimpin bermental penjajah tentu pemimpin yang terbukti berbuat korupsi, bukan untuk semua pemimpin.
Saya sengaja menekankan bukan semua pemimpin, karena meskipun tidak banyak, di media massa masih dijumpai tulisan bernada positif tentang adanya pemimpin yang mau menderita, mengabdi dan melayani.
Tapi, kalau dibandingkan dengan para pemimpin di era awal kemerdekaan, rasanya persentase pemimpin yang betul-betul bersih semakin sedikit.
Memang, sekarang sulit menemukan pemimpin yang seperti Bung Hatta, mantan Kapolri Hoegeng, atau mantan Jaksa Agung Baharuddin Lopa.Â
Atau, yang lebih baru adalah mantan Hakim Agung Artidjo Alkostar yang berpulang pada 28 Februari 2021 lalu.
Nama-nama yang disebut di atas konsisten hidup secara sederhana karena hanya mengandalkan gaji semata-mata, tidak tergiur untuk mencari uang lewat "menjual" tanda tangannya.
Di lain pihak, sekarang kasus korupsi masih saja terjadi silih berganti, seolah-olah tak pernah berhenti.
Setelah beberapa orang bupati dicokok Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK), sekarang yang lagi jadi topik hangat di media massa menyangkut politisi muda yang menjadi Wakil Ketua DPR, Azis Syamsuddin.