Menurut Prof. Muladi (almarhum), wawasan kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Bagi masyarakat Indonesia yang sangat heterogen, bagiamana meningkatkan dan memelihara wawasan kebangsaan dari masing-masing warga, menjadi hal yang penting.
Apalagi bagi anak-anak, para remaja dan generasi muda, perlu sekali membangkitkan semangatnya untuk mengetahui segala sesuatu yang berkaitan dengan ke-Indonesia-an.
Bukankah mereka yang sekarang masih anak-anak, 30 tahun mendatang akan menjadi pemimpin, baik di lingkup nasional, maupun hanya skala lokal, katakanlah di level RT-RW.
Tentu kita tidak ingin nasib negara kita kelak akan tercerai berai seperti Uni Soviet atau Yugoslavia yang sudah pecah jadi beberapa negara.
Tidak pula kita inginkan kondisi seperti di Suriah atau Afganistan yang dilanda perang berkepanjangan, sehingga apa yang telah dibangun, malah dihancurkan.
Seperti kata pepatah: "tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta", maka anak-anak di Aceh sebagai misal, perlu memahami punya saudara sebangsa dengan anak-anak di Papua.
Remaja yang berasal dari keluarga kaya di Jakarta perlu menyadari bahwa di pelosok desa banyak anak-anak, yang juga saudaranya sebangsa, yang hidup dalam kondisi sangat sederhana.Â
Jangan sampai kita banyak mengenal budaya luar negeri ketimbang budaya negeri sendiri. Keterbukaan informasi sejak adanya internet, membuat hal-hal yang berbau asing makin mendominasi pikiran anak-anak.
Bahkan, tak sedikit yang tergila-gila atau menjadi penggemar garis keras artis asing tertentu. Tak masalah sebetulnya, asal dibarengi dengan kemauan untuk mengenal seni tradisional dari berbagai daerah di negara kita.
Cara berbicara anak sekarang, terutama yang tinggal di perkotaan, sudah banyak bercampur bahasa Inggris. Mereka dengan gampang melantunkan lagu berbahasa asing. Kalau ke mal, yang dipesan juga makanan asal luar negeri.