Ada tulisan menarik di Kompasiana (28/9/2021) yang ditulis Adolf Isaac Deda. Isinya lebih kurang tentang orang yang punya mobil tapi meminjam uang ke orang yang hanya punya motor.
Masalahnya, orang yang punya mobil ini ketika ditagih utangnya, tidak langsung membayar sesuai yang disepakati sebelumnya.
Padahal, logikanya, mereka yang punya mobil adalah orang yang kehidupannya relatif mapan, sehingga kalaupun berutang, tidak akan sulit mengembalikannya.
Saya sendiri beberapa kali punya pengalaman agak mirip dengan cerita di atas.Â
Ada seseorang, yang sebetulnya masih terhitung kerabat jauh saya, yang meminjam uang dengan janji satu bulan lagi akan dikembalikan.
Secara kasatmata, orang yang meminjam ke saya itu, sebut saja namanya Kasman, lebih kaya ketimbang saya.
Betapa tidak, rumahnya lebih bagus, mobilnya ada dua buah dengan tahun yang lebih baru. Sedangkan saya hanya punya satu, itupun usia mobilnya sudah 11 tahun.
Kasman juga punya dua rumah yang dikontrakkannya, sehingga ada tambahan pendapatannya, selain menerima uang pensiun bulanan.
Dulunya Kasman sempat menjadi pejabat level menengah si sebuah BUMN dan sudah dua tahun memasuki usia pensiun.
Yang agak mengganjal di hati saya adalah alasan Kasman meninjam uang. Ia perlu uang untuk membayar sekian orang tukang yang lagi membangun empat petak ruko.