Seandainya saja tidak lagi pandemi, acara pulang basamo (pulang kampung bersama) dari berbagai kota di tanah air, bahkan dari luar negeri, menuju ke semua kabupaten di Sumatera Barat (kecuali kabupaten Kepulauan Mentawai), pasti sangat semarak.
Soalnya, acara pulang basamo sudah menjadi semacam budaya yang dilakukan para perantau dari Ranah Minang. Sekadar catatan, jumlah orang Minang yang tinggal di Sumbar dan yang tinggal di luar Sumbar diperkirakan berimbang jumlahnya.
Boleh dikatakan di semua kota besar di tanah air, bahkan juga di luar negeri seperti yang telah ditulis di atas, ada organisasi para perantau Minang.Â
Khusus untuk kota dengan jumlah perantau Minang yang amat banyak seperti Jakarta, organisasi perantau itu dibikin bertingkat. Maksudnya anggotanya ada yang sangat longgar untuk semua orang Minang, ada yang sesama asal kabupaten tertentu, sesama asal satu kecamatan, dan ada yang sesama asal satu desa (di Sumbar disebut nagari).
Dengan adanya organisasi tersebut, acara pulang basamo gampang dikoordinasikan. Apalagi sejak ramainya komunikasi melalui media sosial, acara seperti itu makin gampang lagi dilakukan.
Ada yang pulang basamo dengan membawa mobil pribadi secara berombongan (konvoi). Tak heran bila saat lebaran di Sumbar banyak bersliweran kendaraan dari berbagai daerah di Jawa dan Sumatera, berimbang dengan plat BA (tanda nomor polisi untuk kendaraan yang terdaftar di Sumbar).
Ada pula yang menyewa bus pariwisata. Tentu juga banyak yang naik pesawat terbang. Pokoknya berbagai moda transportasi menjadi pilihan untuk pulang basamo.
Kemacetan di jalan-jalan utama yang menghubungkan antar kota di Sumbar saat lebaran lumayan parah, sebagai dampak dari banyaknya kendaraan dari tanah rantau.
Tapi, bukan soal kemacetan yang menjadi topik utama tulisan ini. Gaya perantau yang ingin memperlihatkan kesuksesannya, menjadi hal yang menarik untuk diamati.
Gengsi perantau adalah sentimen yang sengaja dibangkitkan oleh pengurus masjid, panitia pembangunan suatu proyek swadaya masyarakat, atau oleh panitia perlombaan seni, budaya, olahraga, acara khatam qur'an, dan sebagainya.
Biasanya, beberapa hari sebelum idul fitri, para perantau sudah berdatangan di kampung halaman masing-masing. Saat salat tarawih, para perantau akan ikut salat berjamaah di masjid kampung.