Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Mengorbankan Masa Muda demi Karier atau Sebaliknya?

17 Mei 2021   18:45 Diperbarui: 19 Mei 2021   11:23 1096
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dulu, yang sering saya dengar adalah ungkapan bahwa "life begins at forty", yang saya persepsikan bahwa pada usia 40 tahun seseorang sebaiknya sudah punya posisi strategis di tempatnya bekerja. Atau, boleh dikatakan kehidupannya mulai mapan.

Tapi, era sekarang memang lebih oke, ketika anak muda banyak yang menginginkan sudah meraih kesuksesan di usia 25 tahun. 

Saya sendiri, baru memulai karier di usia 25 dengan nasib yang belum jelas karena statusnya sebagai pegawai percobaan di sebuah perusahaan. 

Pada usia 40 tahun pun, meskipun sudah ada peningkatan dalam karier saya, rasanya belum layak disebut mapan. Baru tiga tahun setelah itu, ketika sudah punya rumah dengan beberapa kamar  dan kendaraan roda 4, baru saya mulai agak lega.

Jelas, di mata anak muda sekarang, pencapaian saya di atas, akan dibilang mereka sebagai terlambat sukses. Ya, tidak apa-apa. Toh faktanya memang seperti itu dan tetap saya syukuri.

Dari kisah saya di atas, saya ingin berpindah ke cerita anak zaman now. 

Pada hari kedua lebaran kemaren, seorang kerabat baik saya berkunjung ke rumah. Ia datang dalam versi komplit, membawa istri dan 2 anak lelakinya.  

Berkaitan dengan topik tulisan saya kali ini tentang pencapaian di usia 25, saya akan mengambil contoh dari dua anak lelaki kerabat saya itu, sebut saja namanya Toni, 27 tahun dan Tono, 25 tahun.

O ya salah seorang dari mereka sudah menikah, sehingga istrinya (menantu kerabat saya), juga ikut ke rumah saya. 

Mungkin Anda mengira Toni sebagai anak tertua yang sudah menikah. Tapi Anda keliru, yang sudah menikah itu justru sang adik, Tono. 

Meskipun Toni dan Tono terlihat kompak, namun karakternya dari yang saya amati, bertolak belakang. Toni orangnya santai, hingga sekarang boleh dikatakan belum punya pekerjaan.

Tingkah Toni yang nekat tidak mau menuntaskan kuliahnya gara-gara gagal pada ujian komprehensif (sidang skripsi), membuat kedua orangtuanya kecewa. Padahal dosen pembimbingnya telah membujuk agar Toni ikut ujian lagi, karena kesempatan untuk jadi sarjana masih terbuka.

Setelah itu Toni belajar desain grafis secara otodidak dan sesekali mendapat order membuat logo dari teman-temannya, yang adakalanya dibayar dengan ucapan terima kasih saja. 

Saat ditantang orangtuanya untuk serius menekuni usaha desain grafis, Toni juga ragu-ragu. Katanya, kalau ada order yang terikat dengan waktu penyelesaian yang ketat, ia takut tak mampu memenuhinya.

Jadi, menurut saya, Toni punya masalah dengan rasa percaya dirinya yang rendah. Makanya ia takut berkomitmen dengan orang lain, katakanlah dengan pelanggannya bila ia berbisnis. 

Akhirnya ia senang menyendiri, menghabiskan waktu di depan laptop bermain game atau menonton video. Jelaslah, waktunya yang amat berharga banyak yang terbuang percuma.

Nah, sekarang tentang Tono, sang adik ini malah kelewat percaya diri. Dan satu lagi, target hidup Tono sangat jelas. Ia tamat kuliah pada usia 22 tahun. Lalu, sudah bekerja di tiga perusahaan, yakni perusahaan konsultan manajemen, perusahaan sekuritas, dan sekarang di konsultan IT.

Sejak bekerja, Tono yang sudah punya pacar yang juga teman kuliahnya, sama-sama menabung dengan sang pacar. Ia sudah punya target untuk menikah pada usia 25, yang akhirnya memang terwujud.

Target Tono berikutnya yang dikatakannya langsung di depan saya, ingin pindah lagi ke tempat lain yang menawarkan gaji lebih tinggi. Soalnya, ia ingin mengumpulkan uang yang banyak dan berhenti jadi orang gajian pada usia 35 tahun.

Impian Tono adalah punya usaha sendiri, ia jadi pemilik sekaligus menjadi pengelolanya, misalnya dengan menjadi direktur utama. Bidangnya yang bersinggungan dengan musik yang memang menjadi hobinya sejak kecil.

Sepertinya kehidupan Tono mulus-mulus saja. Tapi, tidak sepenuhnya begitu. Ia ingin terlihat dominan kalau berdiskusi dengan teman-temannya. Bila pendapat teman-temannya tidak mendukung pendapatnya, ia terkadang emosional, bahkan temperamental.

Tono juga tidak sabar menghadapi bos-bosnya di kantor yang katanya terlalu kaku dan kurang cepat dalam mengambil tindakan. 

Hal itu juga yang menjadi penyebab Tono sering gonta-ganti pekerjaan, selain karena mencari gaji yang lebih besar.

dok. koinworks.com
dok. koinworks.com
Berkaca pada pengalaman Toni dan Tono, menurut saya jelas Tono lebih baik ketimbang Toni. Tapi, dua-duanya bukan contoh ideal. 

Toni terlalu santai, sehingga saya menyebutnya sebagai pola yang mengorbankan karier demi menikmati kebebasan di masa muda. Sedangkan Toni, terkesan terlalu grasak grusuk, terlalu bernafsu mengejar target, dan gampang kecewa berlebihan bila terjadi sesuatu di luar rencana. 

Saya khawatir, Tono akan gampang menderita sakit hipertensi yang nantinya berkembang jadi penyakit yang lebih berbahaya.

Alangkah baiknya, bila diambil titik tengah antara gaya Toni dan Tono. Tidak mengorbankan masa muda demi karier dan juga tidak mengorbankan karier demi masa muda.

Masa muda itu identik dengan masa petualangan, hepi-hepi, dan mengeksplorasi berbagai potensi yang dipunyai. Kreativitas dan inovasi adalah hasil dari eksplorasi itu.

Jika masa muda tidak dinikmati dengan gembira, dan justru baru ketika tua ingin bertualang, sudah terlambat. Fisik orangtua tidak mendukung untuk melakukan kegiatan yang khas anak muda.

Anak muda perlu menyusun target, tapi sifatnya lebih fleksibel. Kalau terjadi hal di luar rencana, gampang direvisi. Sukses di usia muda tanpa kehilangan momen menikmati pengalaman yang mengasyikkan, bisa diwujudkan dengan target yang fleksibel.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun