Isu reshuffle kabinet sudah belasan hari mencuat setelah adanya perubahan nomenklatur kementerian, yakni peleburan Kementerian Riset dan Teknologi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta pembentukan Kementerian Investasi.
Sejumlah media daring pada pagi Rabu (28/4/2021) ini memeberitakan bahwa pelantikan menteri baru akan segera dilakukan dan kemungkinan besar pada hari ini juga.
Hanya saja, tak ada kejutan mengenai siapa yang akan dilantik. Soalnya, yang disebut-sebut sebagai menteri baru adalah wajah lama yang diangkat kembali dan menyesuaikan dengan nomenklatur baru.
Nadiem Makarim, tokoh muda di balik keberhasilan bisnis penyedia aplikasi Gojek, akan dilantik kembali. Kalau sebelumnya Nadiem hanya berwenang mengurus soal Pendidikan dan Kebudayaan, sekarang makin sibuk karena juga menangani Riset dan Teknologi.
Tampaknya Presiden Joko Widodo masih percaya, di tangan Nadiem kinerja Kemendikbudristek akan lebih bersinar. Nadiem adalah sebuah anomali di kementerian tersebut karena latar belakangnya selama ini tidak banyak bersinggungan dengan persoalan pendidikan.
Pada periode-periode sebelumnya, Kemendikbud seperti menjadi "jatah" bagi ormas Muhammadiyah. Hal ini menjadi semacam pengakuan pemerintah akan keberhasilan Muhammadiyah dalam berkontribusi pada dunia pendidikan di tanah air.
Jumlah sekolah dan kampus yang bernaung di bawah nama besar Muhammadiyah demikian banyak, mulai dari jenjang taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi.
Sekolah-sekolah Muhammadiyah, secara kuantitas hanya kalah dari jumlah sekolah negeri. Untuk sekolah swasta, Muhammadiyah tak tergoyahkan menjadi yang terbesar.
Terakhir, Mendikbud yang berasal dari Muhammadiyah adalah Muhadjir Effendy. Mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang tersebut ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Mendikbud dari 2016 hingga 2019.
Sekarang Muhadjir Effendy dipercaya menjadi Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK). Mendikbud adalah salah satu kementerian yang berada di bawah koordinasi Muhadhjir.
Nadiem sempat nasibnya dipertanyakan beberapa pengamat, setelah ada blunder dalam penyusunan Kamus Sejarah Indonesia. Dalam kamus tersebut, nama pendiri ormas Islam terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), tidak dituliskan.