Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), sering disebut sebagai penyelamat ekonomi nasional. Hal ini telah terbukti pada saat krisis moneter 1998 lalu, ketika para konglomerat bertumbangan dengan utang segudang yang buntut-buntutnya membebani negara, UMKM tetap eksis.
Data yang lebih baru memperlihatkan bahwa peranan UMKM di negara kita sangat dominan. Tercatat UMKM memiliki kontribusi sebesar 60,3 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Selain itu, UMKM menyerap 97 persen dari total tenaga kerja, serta 99 persen dari total lapangan kerja (bisnis.com, 26/6/2020). Masalahnya, sang penyelamat itu tidak kuat lagi digempur pandemi Covid-19 yang telah lebih 1 tahun melanda Indonesia.
Maka, tak bisa tidak, UMKM harus diselamatkan. Atau, kalau dipilah lagi, penyelamatan itu difokuskan kepada usaha mikro dan kecil. Dalam hal ini, kriteria yang sekarang berlaku, kriteria usaha mikro adalah yang memiliki kekayaan bersih maksimal Rp 50 juta (diluar tanah dan bangunan tempat usaha).
Kekayaan bersih maksudnya adalah kekayaan setelah dikurangi dengan utang si pelaku usaha mikro. Di samping itu, penjualan tahunan usaha mikro, maksimal Rp 300 juta atau Rp 25 juta per bulan.
Ingat, penjualan bukan berarti keuntungan. Jika diasumsikan si pelaku usaha mengambil keuntungan 10 persen dari penjualan, maka keuntungannya hanya maksimal Rp 2,5 juta per bulan.
Sedangkan bagi yang kekayaan bersihnya mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 500 juta (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha), sudah tergolong usaha kecil.
Dari sisi penjualan tahunan, untuk usaha kecil, kriterianya adalah mulai dari Rp 300 juta hingga Rp 2,5 miliar. Atau, per bulannya mulai dari Rp 25 juta hingga Rp 208 juta, dengan keuntungan (asumsi 10 persen) sebesar Rp 2,5 juta hingga Rp Rp 20,8 juta.
Nah, pemerintah di masa pandemi ini mempunyai program bantuan untuk pelaku UMKM yang dikoordinir oleh Kementerian Koperasi dan UKM.
Tapi, ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi pelaku UMKM agar berhak mendapatkan bantuan, yakni tidak menerima kredit modal kerja dari perbankan.
Selain itu, penerima bantuan harus WNI, punya NIK (Nomor Induk Kependudukan sesuai e-KTP), serta punya usaha yang dibuktikan dengan surat usulan dari pengusul.