Bila suami bercerita tentang kehebatannya di masa lalu, dengarkan dengan gaya seolah-olah takjub, meskipun cerita itu sudah berulang-ulang didengar.Â
Maklumi saja, karena dulu si suami terbiasa memberikan pengarahan, memberikan kata sambutan, atau berceramah, tentu sampai pensiun pun sedikit banyak masih terbawa-bawa.
Masalahnya, tidak semua istri punya kesabaran menghadapi si suami yang sensitif. Toh, jika si istri dulu juga bergaya ngebos di lingkungan organisasi ibu-ibu di instansi suaminya (misalnya organisasi Darma Wanita), jangan-jangan si istri juga sama sensitif dengan suaminya.
Kalau seperti itu, hal-hal kecil bisa memicu "perang besar". Hanya karena terlambat membuatkan kopi, atau seperti kisah di awal tulisan ini, karena menjawab pertanyaan dengan volume suara keras, akhirnya bisa adu mulut.
Maka, kunci terbaik, kembali kepada kasih sayang yang tulus dari istri ke suami dan sebaliknya. Pasangan yang masih bisa mempertahankan kemesraan hingga masa tua, akan lebih sehat secara mental, dan juga akan berdampak positif pada kesehatan fisik.Â
Ketika anak-anak sudah dewasa, bahkan mungkin masing-masing anak sudah punya keluarga sendiri, pasangan suami istri saatnya "pacaran" lagi. Jangan sungkan, karena orang tua juga butuh cinta dari pasangannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H