Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Apakah Anda Percaya dengan Keabadian Cinta Pertama?

15 November 2020   18:26 Diperbarui: 15 November 2020   18:38 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. istockphoto, dimuat liputan6.com

Fiksi teenlit memang menggambarkan dunia para remaja berusia belasan tahun, ketika mereka berbunga-bunga merasakan dahsyatnya cinta pertama. Tapi, di mana-mana yang namanya pengecualian, boleh saja bukan? Orang tua yang kembali merasa remaja karena CPBK (cinta pertama bersemi kembali), kisahnya tak kalah dahsyat.

Soal apakah wajar atau tidak wajar bertingkah seperti remaja, biarlah masing-masing orang mempunyai penilaian sendiri. Bahkan, tak sedikit yang berpendapat, cinta pertama itu akan abadi, dibawa sampai mati. Kalaupun cinta pertama gagal terwujud dalam pernikahan, sebagai kenangan tak kan pernah pupus.

Makanya begitu banyak lagu indah yang tercipta tentang cinta yang tak mesti bersatu. Artinya, putus cinta tidak berarti langsung bertukar dengan perasaaan benci, dendam, sehingga ingin mencelakai, atau minimal berdoa yang buruk bagi mantan kekasih pertamanya itu. 

Cinta pertama yang tulus selalu mampu merasakan kebahagiaan atas kebahagiaan orang yang dicintainya bersama orang lain. Tak masalah walaupun tak seiring sejalan, tak masalah hanya sekadar mencumbui bayangan masa lalu.

Tapi, cinta pertama yang gagal bersatu itu, sekarang mendapat ujian besar, dengan maraknya media sosial. Maka, kontak dengan mantan terindah yang terputus dua puluh atau tiga puluh tahun lalu, sangat gampang terjalin kembali. Reuni dengan teman-teman sekolah dulu pun semakin sering dilakukan.

Yang jelas, jangan heran bila melihat orang tua yang jatuh cinta (lagi), perangainya sebelas duabelas dengan remaja belasan tahun. Jika dulu buku catatan sekolahnya penuh dengan puisi puja-puji buat sang dambaan hati, hal yang sama muncul lagi dalam format saling bertukar pesan melalui aplikasi media sosial di jalur pribadi (japri). 

Saling menelpon, saling berkirim foto, bahkan juga video call yang dibumbui dengan panggilan sayang, sungguh melenakan. Bentuk perhatian kecil, sekadar bertanya "lagi ngapain" atau "hati-hati di jalan" cukup mendatangkan sensasi bila pasangan resmi di rumah malah sudah miskin dengan perhatian kecil seperti itu.

Alkisah tersebutlah kisah kasih di sekolah tanpa diintip semut merah. Diawali dengan adegan flashback ke awal tahun 80-an, ketika Tini, gadis berkulit putih dengan rambut panjang dikepang dua, masih duduk di kelas 2 SMA. Diam-diam, Tono, anak kelas 3, naksir banget sama Tini. Sayangnya Tini tidak langsung menyadari kalau Tono sering mencuri pandang saat jam istirahat.

Baru setelah Tono memberanikan diri setiap pulang sekolah jalan kaki bareng, Tini sadar bahwa Tono punya perhatian khusus padanya. Kebetulan rumah Tono searah dengan rumah Tini, walaupun setelah 300 meter, Tini akan belok kiri, sedangkan Tono masih lurus sekitar 300 meter lagi.

Meskipun jalan kaki bareng, yang seharusnya diisi dengan ngobrol asyik, Tono dan Tini malah lebih banyak diam, hanya saling menakar perasaan lawan bicaranya saja. Tono akhirnya berkirim surat untuk menyatakan perasaannya.

Tini sendiri tidak membalas surat tersebut, meskipun tidak menolak untuk jalan kaki bareng sepulang sekolah. Dengan segala kegugupannya, Tono menanyakan tanggapan Tini atas suratnya. Maka Tini pun mengatakan bahwa ia tak dibolehkan orang tuanya untuk berpacaran dan tak berani untuk melanggarnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun