Hari ini, Kamis, 12 November 2020, mungkin tidak banyak yang menyadari, diperingati sebagai Hari Kesehatan Nasional. Sejarahnya berawal dari keberhasilan pemberantasan penyakit malaria pada 12 November 1964, yakni 5 tahun setelah Presiden Soekarno melakukan penyemprotan secara simbolis di Yogyakarta, 12 November 1959.
Secara umum, penyakit malaria memang sudah berhasil dibasmi. Tapi kalau kita menyoroti provinsi tertentu, khususnya Papua dan Papua Barat, malaria masih menjadi ancaman. Mereka yang dari berasal dari instansi atau perusahaan tertentu dan dipindahtugaskan ke ujung timur Indonesia itu, sebagian masih terkena malaria.
Selain malaria, penyakit demam berdarah juga sering menjadi ancaman, bahkan terjadi hampir merata di seluruh kawasan, terutama di kota-kota yang berada di dataran rendah. Namun, sekarang ini, perhatian terhadap demam berdarah mungkin sedikit berkurang, karena kita sedang menghadapi tantangan terbesar, yakni bagaimana memenangkan pertempuran melawan Covid-19.Â
Tapi, harus diakui, sebelum adanya pandemi, secara umum perhatian masyarakat terhadap persoalan kesehatan relatif rendah. Jangankan persoalan kesehatan bagi masyarakat, bagi masing-masing individu saja, banyak yang abai dalam memelihara kesehatan.
Padahal, kehidupan kita ini demikian berharga, makanya memelihara kesehatan menjadi hal yang mutlak, harus menjadi bagian dari keseharian kita. Sayangnya, kebanyakan kita baru menyadari betapa pentingnya arti kesehatan ketika lagi terbaring sakit.Â
Bayangkan, hanya gara-gara sakit gigi, dampaknya bisa ke seluruh tubuh. Secara fisik, sakit gigi bisa menjalar  menjadi sakit kepala, berikutnya menjadi kurang tidur, akhirnya seluruh tubuh jadi lemas. Secara mental pun terkena dampaknya karena bawaannya jadi ingin marah melulu.
Ambil contoh lain, berapa banyak di antara kita yang  menghargai setiap hembusan napas kita? Bisa bernapas secara baik saja, sebetulnya sudah tidak ternilai harganya. Bayangkan ketika kita lagi terganggu napasnya karena flu berat.  Sangat tersiksa, bukan? Tapi, begitu sembuh, kita abai lagi. Apalagi kalau sempat dirawat di rumah sakit, sangat tersiksa rasanya.
Begitu pula bila kita lagi melihat kerabat yang dirawat di rumah sakit. Kita langsung tersadar tentang harga dari kesehatan. Hanya, kembali lagi, begitu keluar rumah sakit, kesadaran tersebut langsung sirna seketika.
Kita pasti sepakat bahwa mencegah lebih baik dari mengobati. Jika sudah mengobati, terasa sekali kesehatan itu mahal biayanya. Â Punya uang berapapun belum tentu bisa menyembuhkan penyakit yang parah. Kita mencari uang dan menghambur-hamburkannya demi kesenangan yang akhirnya berujung mengidap sakit tertentu. Lalu kita pun habis-habisan, kalau perlu berutang, untuk menyembuhkan penyakit yang diderita.
Belum lama ini, dalam rangka merayakan Maulid Nabi Muhammad, banyak kita dapati tulisan tentang tuntunan agama berkaitan dengan kesehatan. Kebersihan mendapat tempat tersendiri dalam agama, karena merupakan sebagian dari iman.Â
Makanya, anjuran sering mencuci tangan, tanpa ada pandemi pun, harusnya sudah menjadi kebiasaan. Bahkan, mereka yang setiap saat dalam keadaan bersuci dengan memperbarui wudhu-nya, meskipun bukan waktunya untuk salat, akan lebih baik lagi.