Jangan mengira orang kecil, maksudnya seperti mereka yang berpendapatan rendah dan bekerja di sektor informal, tidak kritis dalam menilai pembangunan di kota tempat tinggalnya.
Paling tidak, kesan itu mengemuka ketika secara kebetulan saya menonton siaran berita dari salah satu stasiun televisi, Senin siang (5/10/2020). Saat itu tiga orang warga kota Medan, Sumatera Utara, diwawancarai reporter televisi.
Ketiga orang tersebut berprofesi sebagai pedagang kaki lima, tukang tambal ban di pinggir jalan, dan penjual makanan yang memakai gerobak dorong. Semuanya mengaku kenal dengan dua orang calon wali kota yang akan bertarung menjadi orang nomor satu di kota Medan pada pilkada serentak, 9 Desember 2020 mendatang.
Memang setelah saya cek di media daring, hanya ada dua pasangan calon (paslon) yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Medan, dan kedua calon wali kota sama-sama bermarga Nasution.
Paslon pertama adalah pasangan Muhammad Bobby Afif Nasution - Aulia Rachman. Inilah pasangan yang namanya sering menghiasi media massa nasional karena dinilai sebagai bagian dari politik dinasti, di mana Bobby Nasution adalah menantu Presiden Joko Widodo.
Tak tanggung-tanggung, ada 8 partai yang menjadi pengusung Bobby - Aulia, yang dimotori oleh PDI Perjuangan. Adapun partai pengusung lainnya adalah Golkar, Nasdem, PAN, Hanura, PSI, PPP, dan Gerindra. Tak heran, pasangan ini difavoritkan untuk memenangi pilkada, jika semua partai pengusung bekerja dengan giat.
Namun demikian, diperkirakan tidak akan mudah bagi Bobby - Aulia mengalahkan pesaingnya, paslon Akhyar Nasution - Salman Alfarisi. Memang hanya 2 partai yang menjadi pegusung Akhyar, yakni PKS dan Demokrat.Â
Tapi jangan lupa, Akhyar adalah Plt Wali Kota Medan dan Salman menjabat Wakil Ketua DPRD Sumut. Tentu untuk mengikuti pilkada, keduanya harus melepaskan jabatannya. Namun jelas, bahwa keduanya sudah punya jam terbang yang lumayan dalam perpolitikan lokal.
Apalagi Akhyar adalah kader PDI Perjuangan yang sebelumnya menjadi Wakil Ketua DPD PDI Perjuangan Sumut. Tapi apa boleh buat, keputusan Akhyar meloncat ke kubu Partai Demokrat, berbuah pemecatan atas dirinya oleh DPP PDI Perjuangan.
Jika Akhyar pintar memainkan emosi warga Medan dengan menonjolkan citranya sebagai korban karena pemecatan di atas, dan di lain pihak bila citra politik dinasti selalu dihembuskan kepada Bobby, bukan tidak mungkin Akhyar lah yang akan tampil sebagai pemenang.
Nah, kembali kepada wawancara reporter televisi dengan tiga orang kecil di atas, ternyata mereka lumayan melek politik. Yang satu orang menyatakan harapannya agar Medan lebih berkembang lagi dengan terlebih dahulu berhasil menangani pandemi Covid-19.