Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Komersialisasi Pendidikan Tinggi dan Hubungannya dengan Konglomerat, PTN, dan BUMN

1 Oktober 2020   00:07 Diperbarui: 1 Oktober 2020   05:10 1401
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. jurnalposmedia.com

Lagipula, penetapan uang kuliah telah dibedakan sesuai tingkat penghasilan orang tua. Masalahnya, yang kuliah di PTN sekarang sudah dominan orang kaya, yang kuliah membawa mobil pribadi dan kos di apartemen elit.

Mereka yang kaya inilah yang secara tak langsung dibidik oleh PTN yang menyelenggarakan kelas internasional atau bagi mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri. Apapun istilahnya, tidak terhindarkan lagi, kesan bahwa PTN ikut menangguk untung, gampang dirasakan masyarakat.

Nah, jelaslah, isu komersialisasi pendidikan perlu didudukkan secara jelas. Pertanyaannya, PTN atau PTS itu lembaga bisnis atau bukan? Jika melihat badan hukumnya, jelas bukan perusahaan. 

Tak ada disebut universitas yang dikelola oleh sebuah perseroan terbatas (PT). Pun tidak ada PTN yang menjadi BUMN. Sedangkan PTS pada umumnya dikelola oleh yayasan yang menaunginya.

Bahkan, jika kembali ke falsafah pendidikan tinggi di negara kita, yang lazim disebut dengan "Tridarma Perguruan Tinggi", tak satupun yang tersirat misi untuk mencari keuntungan. 

Seperti diketahui, tridarma perguruan tinggi itu terdiri dari: (1) pendidikan dan pengajaran bagi anak bangsa, (2) penelitian dan pengembangan untuk memajukan ilmu pengetahuan, dan (3) pengabdian kepada masyarakat.

Alangkah tepatnya bila dunia pendidikan tinggi kita kembali ke khittahnya. Bahwa PTN/PTS perlu penghasilan yang memadai untuk menutupi biaya operasionalnya, tentu bisa dipahami. Namun, bila tujuannya untuk mencari keuntungan (meskipun istilahnya diganti dengan surplus dana), rasanya sudah salah arah.

Atas dasar itulah, keputusan Panitia Kerja Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja mencabut kluster pendidikan dalam RUU tersebut, pantas diapresiasi, seperti ditulis dalam Tajuk Rencana harian Kompas (26/9/2020).

Dengan demikian, paling tidak, kekhawatiran bahwa pendidikan tinggi akan menjadi komoditas yang diletakkan dalam konteks investasi, untuk sementara tiada lagi. 

Kalaupun nantinya perguruan tinggi asing boleh masuk, pertimbangannya bukan faktor ekonomi atau bisnis, melainkan daya akselerasinya bagi implementasi tridarma perguruan tinggi di negara kita tercinta.

dok. jurnalposmedia.com
dok. jurnalposmedia.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun