Adalah politisi berdarah Minang, anggota DPR dari partai Gerindra, Fadli Zon, yang mencuatkan usul untuk mengubah nama Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) menjadi Provinsi Minangkabau. Fadli sendiri adalah Ketua Ikatan Keluarga Minangkabau (IKM) yang menghimpun para perantau Minang di berbagai daerah, tapi mayoritas berada di Jakarta.
Namun demikian, belum tentu usulan Fadli merupakan aspirasi masyarakat Sumbar, atau para perantau Minang yang tersebar di semua penjuru tanah air, bahkan juga banyak yang berdomisili di luar negeri. Perlu diketahui, ada banyak sekali organisasi para perantau Minang, meskipun IKM termasuk yang menonjol.
Minangkabau adalah nama etnis, masyarakat asli yang turun temurun sejak dulu kala mendiami daerah yang sekarang disebut Sumbar. Tapi, orang Minang bukan satu-satunya etnis asli Sumbar, mengingat ada etnis Mentawai yang mendiami Kepulauan Mentawai yang sekarang merupakan kabupaten tersendiri, dan etnis Mandailing di Kabupaten Pasaman di sekitar perbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara.
Selain itu, banyak pula warga Sumbar yang berasal dari Jawa dan telah turun temurun beberapa generasi, pada umumnya karena mengikuti program transmigrasi. Bahkan warga keturunan Tionghoa diyakini sudah beberapa abad berdiam di beberapa kota di Sumbar, seperti Padang, Bukittinggi dan Payakumbuh.
Di lain pihak , banyak pula orang Minang yang telah turun temurun dan karenanya juga dianggap penduduk asli di Kabupaten Kampar dan Kabupaten Kuantan Singingi (keduanya di Provinsi Riau) dan di Kabupaten Kerinci (Provinsi Jambi).
Sedangkan orang Minang yang merantau, jangan ditanya, jumlahnya relatif sama banyak dengan yang menjadi penduduk Sumbar. Memang, orang Minang sangat terkenal sebagai perantau tangguh. Sekitar 1 juta warga Jakarta, merupakan keturunan Minang atau berdarah Minang.
Jadi, mengatakan Sumbar identik dengan Minang, boleh-boleh saja, tapi tidak sepenuhnya tepat, mengingat Minangkabau jauh lebih luas dari sekadar Sumbar, dan sebaliknya ada bagian tertentu di Sumbar yang bukan Minangkabau.
Sebetulnya, usulan perubahan nama provinsi di atas sudah menggelinding sejak lima tahun lalu, tapi gaungnya tidak begitu kuat. Apalagi secara prosedural tidak gampang mengubah nama provinsi.Â
Salah satu yang berhasil mengubah nama provinsi adalah Irian Jaya yang sekarang menjadi Papua (terdiri dari dua provinsi, Papua dan Papua Barat). Tapi Papua sendiri merupakan nama pulau yang dihuni banyak etnis asli dengan bahasa yang berbeda-beda.
Provinsi lain yang mengambil nama etnis contohnya adalah Aceh, Bali, dan Banten. Untuk Aceh, sebetulnya agak unik, karena ada etnis Gayo dan Alas yang juga banyak jumlahnya. Agak mirip dengan Sulawesi Selatan yang punya beberapa suku, ada Bugis, Makassar, Toraja dan Mandar (khusus suku Mandar, daerahnya sekarang menjadi provinsi tersendiri, Sulawesi Barat).
Jadi, agaknya sulit bila Sulsel ingin mengubah nama provinsi menjadi Provinsi Bugis. Demikian pula suku Melayu, sulit menjadi provinsi karena melingkupi Provinsi Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka Belitung, kawasan timur Sumatera Utara, Kalimantan Barat, dan sebagainya. Demikian juga etnis Dayak, terdapat di semua provinsi di Kalimantan.
Kembali ke usulan Fadli, ada dugaan hal itu berkaitan dengan kekecewaan masyarakat Sumbar atas pernyataan Ketua DPR Puan Maharani belum lama ini, yang secara tersirat bisa ditafsirkan seolah-olah warga Sumbar belum kuat menerapkan nilai-nilai Pancasila. Tapi, bukan itu yang menjadi dasar pertimbangan Fadli, melainkan soal sejarah dan budaya.
Seperti ditulis wowkeren.com (24/9/2020), Fadli memberi contoh nama provinsi Aceh, Papua dan Bali yang dinilai ada hubungannya dengan keistimewaan sejarah, budaya dan identitas yang melekat pada etnis yang bersangkutan. Fadli menilai, masyarakat Minangkabau juga layak menerima kehormatan seperti itu.
Bahkan, mantan wakil ketua DPR periode 2014-2019 itu menganggap  jika Minangkabau layak menjadi daerah istimewa karena sejarahnya, seperti halnya Aceh, Papua, dan Yogyakarta. "Tapi, untuk tahap awal, usulan perubahan nama 'Sumatera Barat' menjadi 'Minangkabau' ini perlu didahulukan," ujar Fadli.
Akankah usul Fadli akan terealisir? Mengingat prioritas instansi yang terlibat dalam proses pengubahan nama, lebih tercurah kepada hal lain, khususnya penanganan pandemi Covid-19 dan dampaknya terhadap perekonomian, diperkirakan usulan tersebut belum akan terwujud dalam waktu dekat ini.Â
Lagipula, tentu perlu dicermati kemungkinan dampaknya terhadap meningkatnya etnosentrisme, tidak hanya di Sumbar, tapi juga di berbagai daerah di negara kita.
.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H