Tapi karena mereka lebih makmur dari orang tuanya, di sinilah bedanya. Mereka jadi begitu protektif terhadap anaknya dan terlibat penuh dalam menentukan pendidikannya. Jangan heran, anak-anak yang lahir di era 2000-an, mulai tidak lagi mandiri. Untuk mendaftar ke SMA yang diinginkan, bahkan ke perguruan tinggi, diantar oleh orangtuanya.
Orangtua mengarahkan, ada juga yang memaksakan, agar anaknya mengambil jurusan IPA di SMA dan sibuk berburu fakultas favorit di perguruan tinggi papan atas. Orangtua pula yang bersemangat mengikutsertakan anaknya pada program bimbingan belajar yang telah terbukti meloloskan banyak alumninya menembus perguruan tinggi terkenal.
Fenomena kurang mandirinya anak-anak dan terlalu ikut campurnya orangtua, berlanjut hingga saat ini. Hal ini ada sisi baiknya, yakni pendidikan anak lebih terjamin. Namun demikian, harus berhati-hati dengan sisi negatifnya, anak-anak yang manja, lembek, berlimpah fasilitas, diyakini tidak punya mental yang kokoh dalam meniti karir nantinya.
Bahkan bisa terjadi siklus yang berbalik arah. Kalau dulu, orangtua kurang berpunya berhasil melahirkan generasi yang lebih sejahtera, setelah itu justru generasi yang lebih makmur itu  tidak berhasil melahirkan yang lebih berjaya lagi.Â
Nah, dalam kaitannya dengan yang terjadi saat pandemi Covid-19 sekarang ini, di mana anak-anak mengikuti program belajar di rumah, orangtua harus lebih bijak dalam mendampinginya. Karena juga banyak orangtua yang bekerja di rumah, tentu orangtua bisa melihat kegiatan belajar anaknya.
Rengekan si anak minta bantuan orangtua mencarikan jawaban PR-nya, membuat orangtua tergoda. Di samping tidak tega melihat anaknya kesulitan, orangtua juga sangat bernafsu agar anaknya mendapat nilai bagus di sekolah.
Di sinilah orangtua harus tahu, seberapa takaran yang pas dalam keterlibatan membantu anak. Terlalu cuek, mungkin mengakibatkan si anak mengandalkan mbah google untuk mencari jawaban atas PR-nya. Padahal, meskipun menyediakan banyak jawaban, google belum tentu betul, dan juga kurang mendidik. Anak hanya mencari jawaban instan tanpa terlibat dalam proses kreatif menemukan jawaban.
Jadi, orangtua sebaiknya menerapkan metode tarik ulur, lebih fleksibel, dengan memberi ruang bagi si anak untuk berpikir sendiri. Orangtua hanya memberikan clue atau mendampingi dalam waktu tetentu saja. Saatnya anak-anak bisa meng-up grade dirinya, tanpa disuapi orangtua.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H