Ospek, atau apapun namanya, menjadi momok bagi mahasiswa baru. Terutama bagi yang akan memulai kuliah di kampus-kampus yang punya tradisi ospek bergaya perploncoan, di mana mahasiswa senior memperlakukan para mahasiswa baru secara tidak manusiawi.
Memang, kalau sudah menjadi tradisi, mau diganti apapun nama programnya, budaya perploncoan akan selalu berulang. Tak bisa lain, mahasiswa baru harus mempersiapkan fisik dan mentalnya secara baik, agar tidak menjadi korban "keganasan" para seniornya. Ambil saja hikmahnya, anggap sebagai forum uji nyali.
Nah, sekarang, berhubung lagi dalam era pandemi Covid-19, ospek virtual pun diterapkan. Hilangkah budaya perploncoan itu? Ternyata tidak. Toh, meskipun secara virtual, senior yang marah-marah, melakukan pelecehan, memberikan tugas yang aneh-aneh, tetap saja berlangsung. Padahal, kelakuan para senior itu tak bisa disembunyikan, terekam pada jejak digital.Â
Baik, tulisan ini tidak akan memperpanjang soal perploncoan yang sudah banyak dibahas oleh para kompasianer. Demikian pula metode ospek yang ideal, yang lebih edukatif, juga telah banyak ditulis.
Di akhir pekan ini, ada baiknya disuguhkan bacaan yang ringan-ringan saja. Dalam hal ini, ospek akan dilihat dari sisi yang lain, yakni menggeliatnya gejolak asmara jiwa muda, baik bagi para mahasiswa maupun mahasiswi. Bukan apa-apa, banyak lho mereka yang berjodoh gara-gara ospek dan akhirnya sekian tahun kemudian, menjadi pasangan suami-istri.
Dengan memakai sistem satuan kredit semester (SKS), seorang mahasiswa bisa menjadi sarjana hanya dalam tempo tiga setengah tahun. Sangat berbeda dengan sistem kuliah gaya lama (hingga dekade 1970-an), di mana mahasiswa yang belum lulus tingkat persiapan (tahun pertama), tidak bisa mengambil mata kuliah tahun berikutnya, sehingga lamanya kuliah bisa memakan waktu 6 hingga 7 tahun.
Tapi terlepas dari itu, mahasiswa jadul atau mahasiswa sekarang, sama saja, dalam arti selain sibuk kuliah, urusan cinta terhadap lawan jenis perlu pula mendapat penyaluran.Â
Memang, rata-rata sekarang ini usia mahasiswa lebih muda ketimbang era jadul. Banyak yang baru berusia 17 tahun sudah kuliah, dan usia 21 tahun sudah sarjana. Dulu rata-rata masuk kuliah di usia 19 tahun dan baru lulus di usia 25 tahun.
Meskipun mahasiswa sekarang lebih muda, tapi karena sudah berusia 17 tahun atau lebih, tetap dianggap sudah dewasa. Makanya dalam kategori film yang beredar di bioskop, untuk film-film dewasa, hanya boleh ditonton oleh mereka yang minimal berusia 17 tahun. Usia seperti itu, gejolak asmaranya tengah hebat-hebatnya.
Sebetulnya, anak-anak usia SMA, bahkan juga SMP, sudah banyak yang berpacaran dengan lawan jenisnya. Tapi, barangkali mereka masih terlibat dalam cinta monyet, yang masih labil tanpa komitmen untuk memelihara hubungan dalam jangka panjang.Â
Jadi, lebih untuk hepi-hepi saja. Adapun pacaran gaya mahasiswa, sudah mulai ada bayangan buat masa depan, makanya banyak yang berlanjut sampai naik pelaminan.