Ternyata mematuhi protokol kesehatan bukan hal gampang bagi sebagian masyarakat. Bahkan, bagi mereka yang berkantor di gedung yang nyaman pun, sekarang sudah menjadi tempat yang rawan bagi penularan Covid-19.
Makanya, dalam ketentuan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang sekarang diberlakukan kembali di wilayah DKI Jakarta, kantor-kantor hanya diperkenankan menampung para karyawannya maksimal sebanyak 25 persen dari kapasitas normalnya.Â
Adapun yang lagi marak dilakukan oleh aparat terkait di Pemprov DKI Jakarta, dan juga diterapkan hampir semua provinsi lain, adalah meningkatkan pengawasan terhadap perilaku masyarakat di ruang publik. Dalam hal ini, di beberapa titik dilakukan razia untuk menemukan warga yang tidak memakai masker, atau memakai masker secara tidak benar.
Menarik memperhatikan liputan yang ditayangkan beberapa stasiun televisi, bagaimana bentuk hukuman yang dijatuhkan terhadap warga yang terjaring razia. Ternyata hukumannya terkesan terserah satpol PP yang melakukan razia saja.
Hukuman yang paling sering terlihat adalah meminta si pelanggar menyapu jalan dengan memakai rompi bertuliskan "pelanggar PSBB". Ada juga yang disuruh membaca Pancasila, menyanyikan Indonesia Raya, melakukan push-up, sampai yang agak aneh seperti diantar ke pemakaman tempat korban Covid-19 dimakamkan, dan ada yang masuk peti mati.
Tentu juga tak sedikit yang dijatuhi hukuman berupa membayar sejumlah uang sebagai denda. Hukuman seperti inilah yang sejalan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang PSBB. Mereka yang punya uang, lebih memilih mengeluarkan uang ketimbang harus menyapu jalan. Tapi yang menyapu jalan pun kelihatannya juga tidak memperlihatkan ekspresi penyesalan.
Artinya, hukuman yang diharapkan akan memberikan efek jera, tampaknya belum berjalan sesuai harapan. Makanya, jumlah warga yang melanggar masih saja relatif banyak. Bahkan, sebagian pelanggar malah dengan emosi menantang para petugas, karena merasa tidak bersalah.
Ada yang merasa tidak bersalah karena ia tinggal dekat lokasi razia, artinya karena ia bepergian sebentar saja dan dekat dari rumah, tak perlu pakai masker. Ada pula yang marah-marah dituduh melanggar karena merasa ia sudah memakai masker, hanya saja masker tersebut dikalungkan di leher. Alasannya ia lagi sesak nafas dan ingin sejenak menghirup udara, yang celakanya kepergok oleh petugas.
Agar menimbulkan efek jera, sebaiknya pelaku pelanggaran PSBB bisa dipidanakan, maksudnya mereka bisa diancam terkena hukuman kurungan. Masalahnya, landasan hukum yang ada sekarang, yakni Pergub Nomor 88 Tahun 2020 tentang PSBB DKI, masih belum memadai.Â
Hanya dengan pergub, terhadap mereka yang melanggar tidak bisa diproses secara hukum pidana. Untuk itu perlu dibuatkan Peraturan Daerah (Perda) yang merupakan produk bersama Gubernur dan DPRD.
Seperti ditulis Kompas (18/9/2020), Kepala Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya, Teguh P Nugroho, mendorong agar DPRD DKI Jakarta proaktif bersama Pemprov DKI mewujudkan perda PSBB. Jika memakai cara-cara biasa, perlu waktu yang lama untuk menghasilkan sebuah perda.