Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perpisahan di Era Pandemi, Tak Ada Makan-makan, Tak Ada Kado

5 September 2020   07:10 Diperbarui: 5 September 2020   07:34 1460
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam meniti karier, saya sudah beberapa kali mengalami berpindah-pindah unit kerja di perusahaan yang sama, yakni di sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang keuangan.

Namun demikian, selama 30 tahun berkarier, sebagian besar saya jalani di kantor pusat BUMN tersebut yang berada di Jakarta Pusat. Padahal banyak teman saya satu angkatan yang berpindah-pindah kota, karena perusahaan tempat saya bekerja ini punya kantor cabang di semua kabupaten di seluruh Indonesia. 

Mungkin untuk beberapa kabupaten yang kecil dan hasil pemekaran, seperti di pedalaman Papua, karena potensi bisnisnya belum besar, status kantornya bukan kantor cabang, tapi kantor cabang pembantu. Tapi di Pulau Jawa, banyak kota kecamatan dengan potensi bisnis yang besar, sehingga status kantornya bukan lagi kantor cabang pembantu, namun kantor cabang.

Saya hanya sekali dipindahkan (lebih tepatnya dipromosikan karena grade saya naik) ke luar Jakarta, yakni ke Denpasar, Bali. Acara perpisahan yang diadakan di divisi tempat saya bertugas sebelumnya, berlangsung cukup meriah, untuk ukuran waktu itu, tahun 1996. Ada makan-makan secara prasmanan, penampilan teman-teman yang bernyanyi diiringi organ tunggal, serta saya juga dapat beberapa buah kado.

Setelah saya kembali lagi ke kantor pusat, saya mengalami 5 kali lagi acara perpisahan (ada yang bersifat promosi, ada pula yang mutasi biasa), tapi tidak begitu meriah, karena hanya pindah antar divisi. Artinya, saya akan tetap sering bertemu teman-teman di divisi yang ditinggalkan, karena pekerjaan di kantor pusat banyak berupa rapat antar divisi.

Sampai akhirnya, perpisahan terbesar dan termeriah yang pernah saya alami, karena itu sekaligus adalah pelepasan pensiun. Lagipula saat perpisahan tersebut saya sudah punya posisi mengepalai sebuah divisi. Maka atas inisiatif teman-teman di divisi tersebut dan diakomodir oleh direktur yang membawahi divisi (yang menjadi bos saya sewaktu masih bekerja), acara digelar di sebuah hotel kelas menengah di Jakarta Pusat.

Ringkas cerita, saya hanya dua minggu yang betul-betul pensiun, karena alhamdulillah diberi kepercayaan untuk bertugas secara part time di BUMN lain, satu jenis dengan BUMN yang saya tinggalkan. Di sini saya hanya bertugas setiap hari Selasa dan Kamis.

Begitulah, waktu rasanya berlalu dengan cepat, kontrak saya pun berakhir sudah, pada pertengahan Agustus 2020 lalu. Ironisnya, karena masih pandemi dan teman-teman kerja saya sebagian bekerja dari rumah, termasuk juga bos-bos kepada siapa saya bertanggung jawab yang work from home, maka tak ada acara perpisahan buat saya.

Padahal, beberapa tenaga part time yang habis kontraknya sebelum saya, masih sempat diadakan acara perpisahan, walaupun sekadar makan siang bersama di sebuah restoran dekat kantor. Tentu juga ada penyerahan cenderamata.

Tentu saja saya merasa kurang nyaman. Bukan karena tidak dapat kado, tapi karena saya tidak berkesempatan mengucapkan sepatah kata dan menyalami semua teman kerja, sebagaimana lazimnya dalam sebuah acara perpisahan.

Dengan berbagai pertimbangan, akhirnya saya mengucapkan kata-kata perpisahan dengan cara gampang dan sederhana, yakni melalui grup WA yang anggotanya khusus rekan-rekan kerja saja. Mungkin karena sudah sering mengalami perpisahan, saya sudah paham, pakem kata-kata perpisahan tersebut harus mencakup beberapa hal di bawah ini.

Pertama, ucapan terima kasih tidak terhingga atas bantuan dan kerjasama rekan-rekan kerja selama ini. Khusus untuk dua orang bos saya, saya sampaikan via japri, dan terima kasihnya bukan karena bantuannya, tapi karena bimbingan, petunjuk dan arahannya selama ini (di BUMN, salah istilah bisa jadi masalah).

Kedua, permohonan maaf, biasanya dengan gaya bahasa hiperbola, "mohon dibukakan pintu maaf yang sebesar-besarnya atas semua kekeliruan dan kesalahan saya selama ini, baik berupa ucapan, tingkah laku, atau hal lain yang tidak berkenan di hati teman-teman semua, baik yang saya sengaja atau tidak sengaja". Agak ribet memang bahasanya, tapi kurang lebih begitulah standarnya.

Ketiga, jangan lupa tutup dengan doa, agar kita semua selalu sehat, sukses dengan pekerjaan masing-masing, dan senantiasa mendapat perlindungan dari Sang Pencipta. Kalimat pamungkasnya adalah berupa harapan agar tali silaturahmi yang telah terjalin baik selama ini, dapat selalu terpelihara.

Kemudian saya beri sinyal akan left group, tapi saya tulis mohon perkenan teman-teman untuk membiarkan saya tetap di grup WA tersebut sampai besoknya. Maksudnya, bila ada teman-teman yang ingin mengucapkan sesuatu, saya akan tunggu dalam 1 kali 24 jam, waktu yang harusnya mencukupi. 

Rata-rata teman saya membalas dengan ucapan yang juga standar, yakni menyampaikan terima kasih, permohonan maaf, mengucapkan selamat menikmati purna tugas dan agar keep contact. Ada juga yang sedikit berbunga-bunga karena merasa kehilangan dan ingin lebih lama lagi bersama dalam satu tim kerja.

Begitulah pengalaman perpisahan di era pandemi. Tak ada makan-makan, tak ada kado. Bahkan kata-kata agar keep contact pun mungkin harus dimaknai sebagai untuk memenuhi sopan santun saja. Tapi memang begitulah kehidupan, ada masa datang, ada masa pergi. Momen seperti itu harus ditandai dengan kata-kata yang sudah ada pakemnya sesuai budaya orang kantoran, seperti contoh di atas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun