Bisa jadi dari pihak BI-nya yang berinisiatif, sebagai penghormatan bagi presiden yang juga diberi gelar "Bapak Pembangunan" tersebut. Atau kalau boleh nyeleneh, siapa tahu, ada pihak yang mencoba mencari muka kepada Soeharto, dengan berinisiatif menjadikan gambar Soeharto yang dipilih untuk mata uang terbitan khusus itu.
Seandainya Soeharto sendiri yang punya keinginan, juga boleh-boleh saja. Mengingat kekuasaannya  pada era yang belum begitu demokratis itu, tentu jika Soeharto yang meminta, tak ada yang bisa mencegahnya.
Pertanyaannya, kenapa presiden-presiden setelah itu, maksudnya pada era reformasi ini, tidak menggunakan kesempatan untuk mencantumkan gambarnya di uang kertas rupiah? Padahal, jika dibicarakan dengan BI, hal itu sangat dimungkinkan, karena dibolehkan secara ketentuan.
Andaikan uang pecahan Rp 75.000 yang baru saja diterbitkan itu bergambar Joko Widodo, tentu tidak ada masalah, karena kenyataannya pada saat ini beliaulah presiden kita.
Tapi Jokowi tidak mengambil kesempatan itu. Mungkin beliau merasa "mejeng" pada lembaran rupiah tidaklah penting, mengingat Megawati dan SBY, dua presiden sebelumnya, juga tidak melakukannya. Apalagi Megawati adalah "bos besar" Jokowi di PDI Perjuangan.
Sebetulnya bila Megawati tidak muncul wajahnya pada uang rupiah, mungkin karena periode kepemimpinannya relatif pendek. Itu jugalah mungkin yang terjadi pada BJ Habibie dan Abdurrahman Wahid, masa kekuasaannya lebih pendek lagi ketimbang Megawati.
Namun untuk SBY tentu lain ceritanya, peluangnya sangat besar menjadi presiden ketiga yang tampil pada lembaran uang rupiah. Soalnya, beliau menjabat selama dua periode. Jokowi pun demikian, juga dua periode apabila berhasil menuntaskan kepemimpinannya hingga 2024 nanti.
Hanya saja, sejak era reformasi ini memang serba salah bila presiden yang berkuasa "jual tampang" pada mata uang rupiah. Bila itu dilakukan pada periode pertama menjadi presiden, bisa dianggap mencuri start dalam rangka kampanye agar terpilih untuk satu periode lagi.
Adapun bila pencetakan uang rupiah bergambar presiden yang sedang berkuasa dilakukan pada periode kedua masa kepresidenannya, mungkin juga akan cepat dicabut dari peredaran, bila presiden yang menggantikannya kurang berkenan.Â
Ingat, uang rupiah bergambar Soeharto, begitu Soeharto tumbang pada tahun 1998, tahun 2000 mulai ditarik BI dari peredaran (kompas.com, 21/5/2018). Memang begitu ditarik BI, tidak otomatis uang tersebut tidak laku, tapi seperti ditulis kompas.com tersebut, banyak pedagang yang menolak uang bergambar Soeharto itu. Padahal uang itu dicetak pada 1993 dan 1995, belum lagi 10 tahun saat ditarik BI.
Bandingkan dengan uang pecahan Rp 100.000 bergambar Bung Karno dan Bung Hatta emisi 2004, sampai sekarang atau 16 tahun kemudian, masih beredar di masyarakat.