Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mati-matian Menghadang Resesi dengan Kombinasi Gas dan Rem

22 Agustus 2020   10:10 Diperbarui: 22 Agustus 2020   10:35 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok. morgueFile/mconnors, dimuat cnnindonesia.com

Di atas kertas, PEN seharusnya mampu menyelamatkan Indonesia agar tidak terjerumus masuk jurang resesi. Masalahnya, ada sejumlah kesulitan pada tahap implementasi, terutama koordinasi antar instansi pemerintah yang tidak gampang dilakukan. Apalagi bila kita berbicara koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah provinsi dan selanjutnya berlanjut kepada pemerintah kabupaten dan kota.

Memang secara struktur organisasi, telah dibentuk komite khusus yang diketuai oleh Erick Thohir yang juga menjabat sebagai Menteri BUMN. Erick membawahi dua kelompok besar, yakni satuan tugas yang menangani masalah ekonomi dan satuan tugas yang menangani kesehatan.

Tentu saja yang menjadi PR besar adalah bagaimana memadukan tim ekonomi yang berfungsi sebagai gas untuk menggenjot roda perekonomian, dengan tim kesehatan yang berfungsi sebagai rem. Maksudnya, tim kesehatan harus bekerja ekstra keras agar saat aktivitas di pusat perbelanjaan atau di destinasi wisata mulai dibanjiri pengunjung, tidak berkembang menjadi sumber penularan baru pandemi Covid-19.

Pengunjung yang berlimpah adalah sebagai cerminan dari "ngegas" agar mobil perekonomian bisa dipacu kencang. Tapi jika pengunjung tersebut sebagian besar mengabaikan protokol kesehatan, saatnya menginjak rem. Jadi memang harus tahu, kapan ngegas dan kapan ngerem.

Strategi kombinasi gas dan rem tersebut tidak hanya dilihat dari sisi bagaimana mengimplementasikan kebijakan pemerintah. Secara individu, masing-masing warga harus paham pula dalam memainkan gas dan rem secara proporsional, agar bergerak sejalan dengan strategi yang dirancang pemerintah. 

Sebagai contoh, bila setelah warga menerima bantuan sosial, namun tidak membelanjakannya, tentu tidak akan "nendang", dalam arti tidak seirama dengan keinginan pemerintah untuk ngegas. 

Atau kalau ngegas dengan gaya ugal-ugalan seperti memborong barang untuk ditimbun, lalu akan dijual mahal ketika barang yang ditimbun jadi langka di pasar, ini jelas merusak perekonomian. Namun tidak bisa pula disalahkan jika ada warga yang sengaja ngerem, dalam arti memperbanyak tabungan. Mungkin maksudnya sebagai persiapan bila nanti betul-betul terjadi resesi, sudah punya dana darurat.

Yang bisa menabung atau menimbun barang, sudah pasti mereka yang masih punya uang. Sedangkan bagi mereka yang betul-betul keuangannya sudah minus, hal pertama yang akan dilakukannya saat menerima bantuan sosial, pasti berbelanja untuk kebutuhan sehari-hari.

Sedikit masukan bagi mereka yang masih punya simpanan, ada baiknya digunakan membeli obligasi pemerintah, karena oleh pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai program yang sudah direncanakan, termasuk untuk berbagai stimulus ekonomi itu tadi. Perlu diketahui, pemerintah memberikan imbalan bunga yang lebih tinggi ketimbang ditempatkan berupa deposito di bank-bank papan atas.

Gas dan rem punya fungsi yang bertolak belakang. Tapi sekarang harus dikombinasikan secara pas, agar dalam sisa waktu yang kepepet ini menjelang kuartal III-2020 berakhir, resesi bisa kita hadang dengan baik.

dok. morgueFile/mconnors, dimuat cnnindonesia.com
dok. morgueFile/mconnors, dimuat cnnindonesia.com

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun