Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Financial Artikel Utama

Dari Rakyat untuk Rakyat, Keuntungan Melimpah Membeli Obligasi Pemerintah

30 Agustus 2020   14:22 Diperbarui: 30 Agustus 2020   19:14 740
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Berinvestasi dengan membeli obligasi milik pemerintah tak hanya jadi wujud kepercayaan masyarakat pada pemerintah tapi juga mendatangkan keuntungan| Sumber: istockphoto.com

Bayang-bayang resesi saat ini lagi menghantui kita. Dampak pandemi Covid-19 sungguh dahsyat. Tidak saja dilihat dari jumlah pasien yang terpapar virus yang setiap hari bertambah terus secara signifikan, namun juga dampaknya yang menghambat perputaran roda perekonomian.

Makanya, hampir bisa dipastikan, resesi ekonomi akan segera terjadi di negara kita, kecuali bila terjadi keajaiban atau mukjizat. Mau tak mau, masyarakat harus siap menghadapi kondisi yang tidak diharapkan tersebut.

Pemerintah sendiri sudah mengambil sejumlah kebijakan strategis. Tak bisa lain, ketika pihak swasta sedang kelimpungan dihantam badai korona yang berbuntut terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di banyak perusahaan, pengeluaran pemerintah lah yang menjadi tumpuan.

Ada tiga aspek utama pengeluaran besar-besaran yang sedang dan akan dilakukan pemerintah. Pertama, untuk berbagai program penanganan Covid-19 di bidang kesehatan. 

Kedua, peningkatan daya beli masyarakat melalui program jaring pengaman sosial.

Ketiga, program bantuan untuk dunia usaha, terutama usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM).

Selain itu, berbagai proyek infrastruktur yang memang menjadi perhatian utama pemerintah di era Presiden Joko Widodo sejak 2014 lalu, tetap harus dipacu. Berbagai proyek seperti bandara internasional yang baru di Yogyakarta dan jalan tol di Aceh, baru saja diresmikan presiden.

Pertanyaannya, bagaimana pemerintah membiayai berbagai program dan proyek di atas? Bukankah penerimaan negara berupa pajak, lagi seret karena pertumbuhan ekonomi yang melambat, malah negatif pada kuartal II-2020 lalu. 

Berkemungkinan besar pada kuartal III-2020 pun pertumbuhan ekonomi kita masih negatif, sehingga dengan dua kali berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif, Indonesia sah terkena resesi.

Jelas, bila penerimaan pajak berkurang, utang pemerintah akan bertambah. Memang, masyarakat umum ada kalanya berpikir secara gampang saja, kenapa tidak mencetak uang sebanyak-banyaknya?

Padahal untuk mencetak uang ada sejumlah hal yang perlu dipertimbangkan pemerintah dan terutama pihak Bank Indonesia (BI) yang mempunyai kewenangan, agar malah tidak menimbulkan inflasi yang sangat tinggi.

Berbicara tentang utang pemerintah, yang sering disorot para pengamat adalah besarnya utang ke luar negeri. Sebetulnya, pemerintah sendiri sudah punya rambu-rambu dan berpendapat jumlah utang luar negeri masih dalam batas aman. Namun pihak yang menjadi oposan pemerintah, sering menjadikan masalah utang sebagai "jualan" politik.

Terlepas dari itu, utang pemerintah pada masyarakat Indonesia sendiri tentu lebih nyaman ketimbang berutang ke luar negeri. Nah, itulah yang dihimpun pemerintah melalui instrumen keuangan yang disebut dengan penerbitan obligasi (surat utang) yang dijual kepada masyarakat umum.

Paling tidak saat ini ada beberapa jenis obligasi pemerintah yang dapat dibeli oleh masyarakat, yakni Obligasi Ritel Indonesia (ORI), Sukuk Ritel (SR), Sukuk Tabungan (ST) dan Savings Bond Ritel (SBR). Sukuk adalah obligasi berbasis syariah.

Bukan semata-mata soal rasa nasionalisme, bukan juga cuma menyangkut kepercayaan masyarakat pada pemerintah yang berkuasa, dan tidak sekadar cerminan dari budaya gotong royong kita. Namun menurut kalkulasi matematisnya, berinvestasi dengan membeli obligasi pemerintah memang mendatangkan keuntungan yang melimpah.

Pertama, memperoleh bunga secara berkala, yakni setiap bulan, dengan suku bunga di atas yang ditawarkan produk deposito bank-bank papan atas. Pajak atas bunganya pun lebih rendah ketimbang menempatkan uang di bank. Di bank terkena tarif pajak 20 persen, sedangkan pada obligasi terkena tarif 15 persen.

Kedua, saat jatuh tempo, pokok investasi akan dikembalikan seutuhnya dan dijamin sepenuhnya oleh pemerintah. Pada umumnya obligasi pemerintah berdurasi tiga tahun. 

Ketiga, sebelum jatuh tempo pun, obligasi bisa dijual kepada orang lain, dan biasanya si penjual mendapatkan capital gain, yakni selisih antara harga jual dengan harga saat dibeli sebelumnya.

Selain itu, ya seperti yang telah disinggung di atas, inilah saatnya masyarakat bahu membahu dengan pemerintah. Inilah kontribusi masyarakat sebagai bentuk dukungannya pada pembangunan negara yang kita cintai ini. 

Bangsa Indonesia terkenal punya jiwa sosial yang tinggi dan membeli obligasi pemerintah, meskipun bermotifkan keuntungan ekonomis, tetap ada aspek sosialnya.

Bagaimana tidak? Bukankah oleh pemerintah uang yang dihimpun dari hasil penjualan obligasi tersebut akan digunakan untuk melaksanakan berbagai program yang tujuannya bukan untuk mencari keuntungan seperti obligasi yang dijual korporasi swasta. 

Tolok ukur keberhasilan program pemerintah adalah peningkatan kesejahteraan rakyat. Makanya membeli obligasi pemerintah, ibaratnya dari rakyat untuk rakyat.

Gubernur BI, Perry Warjiyo (infobanknews.com)
Gubernur BI, Perry Warjiyo (infobanknews.com)
Seperti sekarang ini, kebetulan produk obligasi pemerintah yang sedang ditawarkan adalah SR 013. Masyarakat yang tertarik bisa membeli melalui 31 agen penjual, yang terdiri dari 4 bank milik negara, 4 bank syariah (3 di antaranya anak perusahaan bank milik negara), 12 bank swasta, 5 perusahaan sekuritas, dan sisanya adalah perusahaan financial technology.

Penawaran SR 013 berlangsung sejak 28 Agustus hingga 23 September 2020. Adapun suku bunga yang ditawarkan sebesar 6,05 persen per tahun. Kecil? Jangan buru-buru bilang begitu. 

Bukankah sekarang lagi deflasi, seperti yang terjadi pada Juli 2020 lalu? Makanya suku bunga acuan BI pun saat ini hanya 4 persen, terendah sepanjang sejarah.

Sebagai pembanding, deposito di bank-bank papan atas, saat ini berkisar sebesar 4,5 hingga 5 persen saja. Padahal seperti yang ditulis di atas, pajak atas bunga deposito adalah 20 persen, sementara pajak atas bunga obligasi hanya 15 persen. O ya, dengan uang Rp 1 juta, masyarakat sudah bisa membeli obligasi pemerintah.

Maka bagi masyarakat yang masih punya dana, bila ingin berkontribusi membantu pemerintah dalam menghadapi ancaman resesi yang sudah di depan mata, sambil juga meraih keuntungan finansial, sekaranglah saatnya memanfaatkan produk keuangan seperti SR 013.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun