Nah, bisa jadi di masa mendatang, kerugiannya bakal bertambah, meskipun ini bukan hal yang diharapkan. Makanya sangat dapat dimengerti bila pemerintah kembali membolehkan pegawai negeri melakukan perjalanan dinas. Pariwisata di destinasi paling populer, Bali, juga telah kembali dibuka. Tetu harapannya berimbas pada kenaikan jumlah penumpang pesawat terbang.
Namun demikian, pergerakan manusia tersebut tak urung ibarat pedang bermata dua. Jika demi menyelamatkan Garuda, harus ditukar dengan ribuan warga yang harus memperpanjang daftar mereka yang terpapar virus corona, jelas suatu hal yang sangat riskan.Â
Memang bagi pemerintah sendiri hal ini bersifat dilematis. Sebagai flag carrier, seberapa besar pun kerugian Garuda, rasanya sangat kecil kemungkinan untuk dilikuidasi. Merpati Nusantara saja, yang juga BUMN di bidang penerbangan, yang sudah mati suri, konon akan beroperasi lagi.
Ada contoh yang mirip dengan Garuda, yakni dari negara tetangga Malaysia. Maskapai penerbangannya, Malaysia Airlines, juga sudah beberapa tahun terakhir ini berdarah-darah. Bahkan sempat dipertimbangkan akan ditutup atau dijual ketika Mahathir Mohamad menjadi perdana menteri pada tahun lalu. Buktinya sampai sekarang masih eksis.
Tidak saja karena pandemi, bisnis penerbangan dengan full service kepada penumpangnya seperti yang dilakukan Garuda, sudah belasan tahun lalu terhuyung-huyung melawan maskapai berbiaya murah (low cost carrier atau disingkat LCC) yang dipelopori oleh Air Asia di tingkat regional dan Lion Air di Indonesia. Tapi dalam masa pandemi, LCC pun juga sudah kelimpungan.
Air Asia Berhad yang berpusat di Kuala Lumpur, Malaysia, diberitakan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 111 awak kabin, 172 pilot, dan 50 insinyur (cnbcindonesia.com, 5/6/2020).
Tentang Garuda Indonesia sendiri, sebagaimana diberitakan di Kompas yang telah disinggung pada awal tulisan ini, dalam rangka memperbaiki kinerja, akan melakukan efisiensi dan mendongkrak kembali okupansi penumpang.
Tidak dijelaskan efisiensi seperti apa yang akan diambil manajemen Garuda. Semoga saja itu tidak berarti melakukan PHK besar-besaran. Mendongkrak jumlah penumpang tentu memang sangat diperlukan, tapi lebih perlu lagi bagaimana menjamin semua penumpang yang terbang bersama Garuda telah mematuhi protokol kesehatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H