Tapi berdasarkan pengalaman saya, rasanya saya lebih sering menjadi korban droplet orang lain, ketimbang saya mengorbankan orang lain. Tidak saja dari Bu Cukia di atas, tapi juga dari teman-teman saya sendiri. Muka saya, tangan saya, beberapa kali jadi sasaran droplet.Â
Mau saya hapus di depan teman, takut ia tersinggug. Adakalanya, beberapa menit setelah itu, saya pura-pura mau buang air ke toilet, padahal mencari tisu untuk membersihkannya.
O ya, tentang kecipratan air liur ini, sering jadi materi lawakan komedian Tukul Arwana, yang kebetulan punya struktur gigi yang agak "maju" (mohon maaf Mas Tukul). Apakah struktur gigi berpengaruh terhadap droplet saat berbicara, belum didapat referensi yang  akurat.
Untung saja sekarang ada kewajiban menggunakan masker, bagi orang yang mau beraktivitas di luar rumah. Paling tidak, saya terbebas, baik sebagai korban droplet orang lain, maupun sebagai pelaku yang membuat orang lain terkena droplet saya.
Sekadar berjaga-jaga, mana tahu tidak lama lagi kewajiban memakai masker sudah dicabut karena Covid-19 yang telah terkendali, perlu pula kiranya mengetahui kiat berbicara tanpa mengelurkan air liur.
Dari beberapa referensi yang saya baca, dan menurut saya ada logikanya, cara-cara berikut ini bisa dilakukan sebagai kiat. Pertama, sering berlatih berbicara di depan kaca, untuk mengetahui mengapa anda mengeluarkan air liur saat berbicara.Â
Kedua, menelan ludah sebelum berbicara, agar ketika berbicara mulut anda dalam kondisi kering. Ketiga, jangan berbicara terlalu cepat. Berbicara terlalu cepat akan meningkatkan produksi air liur.
Demikian saja, semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H