Ada berita menarik dari perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dilansir dari cnbcindonesia.com (6/6/2020), Komisaris Utama (Komut) Bank Central Asia (BCA), bank swasta paling kinclong di Indonesia, telah menjual 800.000 lembar saham BBCA (kode saham BCA yang diperdagangkan di BEI), yang merupakan milik pribadi sang komut.
Adapun nilai penjualan tersebut disebutkan sekitar Rp 23,12 miliar, karena Djohan Emir Setijoso, begitu nama sang komut, melepasnya pada harga Rp 28.900 per lembar. Harga yang relatif baik, mengingat beberapa hari sebelumnya BBCA sempat tertekan karena aksi jual investor asing. Bahkan, pada akhir Maret lalu BBCA terpuruk pada rekor terendahnya di kisaran Rp 22.000-an per lembar
Namun jelas harga Rp 28.900 masih jauh dari rekor tertinggi yang pernah diraih BBCA sejak awal tahun ini. Ya memang selama Januari 2020, ketika pandemi Covid-19 sudah menggoyahkan China, dampaknya ke tanah air belum terasa, bahkan BBCA cukup stabil di kisaran Rp 34.000-an per lembar.
Kenapa Setijoso sampai menjual sahamnya, tentu yang paling tahu beliau sendiri. Tapi kalau karena sedang butuh uang, kayaknya sih tidak, karena pundi-pundinya belasan tahun jadi Dirut BCA dan kemudian berlanjut jadi Komut, tentu sudah demikian banyak.
Penghasilan sang komut yang sangat besar berasal dari tantiem (bagian dari laba tahunan yang dibagikan buat direksi dan komisaris). Padahal gaji bulanannya sendiri sudah yang tertinggi dibanding yang didapat dirut atau komut bank-bank nasional lain.
Sekadar catatan saja, Setijoso tercatat memiliki saham BBCA sebanyak 22.200.121 lembar dan setelah penjualan di atas beliau masih memiliki sebanyak 21.400.121 lembar atau senilai Rp 618,46 miliar bila harganya sama dengan harga saat penjualan tersebut.
Kenapa kepemilikan dan transaksi saham secara pribadi dari seseorang yang berstatus sebagai pengurus (direksi dan komisaris) suatu perusahaan yang telah go public harus dipublikasikan? Karena untuk menghindari insider trading.
Sebagai pengurus, mereka dianggap sebagai pihak yang terkait, dalam arti punya akses informasi yang lebih lengkap dan lebih cepat, sehingga tahu persis "isi perut" perusahaan yang dipimpinnya. Adapun masyarakat umum yang memiliki BBCA atau berniat membeli BBCA, hanya mengandalkan informasi yang telah diolah oleh pengurus BCA.
Maksudnya, bila si pengurus telah mengendus perusahaannya dalam kondisi kritis, sedangkan harga sahamnya masih bagus, maka bukan tak mungkin mereka tergiur menjual saham milik pribadinya buru-buru. Bila terlambat menjual, bisa-bisa harganya anjlok.
Sebaliknya, bila si pengurus merasa harga saham lagi murah, padahal ia punya keyakinan strategi yang akan diterapkannya mampu mengangkat kinerja perusahaan yang dipimpinnya, maka ia akan membeli saham tersebut.Â
Nah, sesuai dengan prinsip keterbukaan informasi (full disclosure), BEI akan mengumumkan bila pengurus perusahaan membeli atau menjual saham dari perusahaan yang dipimpinnya. Sedangkan bagi investor lain, silakan mencermati, mau mengikuti jejak si pengurus, atau tidak. Dalam kasus BBCA di atas, silakan publik menganalisis sendiri.