Saya baru saja selesai menunaikan salat Zuhur dan masih melafazkan beberapa doa standar yang lazim dibaca sesudah salat, tiba-tiba dikagetkan oleh bunyi pintu pagar rumah saya diketok-ketok seseorang. Bel di pagar rumah saya  sudah lama dicopot, sehingga jika ada tamu, terpaksa mengetok-ngetok seperti itu.
Masih memakai kain sarung, saya segera ke depan membukakan pintu pagar. Ada seorang pengantar barang yang menanyakan nama saya sebagai penerima barang, apakah betul ini alamatnya. Meskipun saya bingung karena merasa tak pernah memesan barang, menjawab bahwa saya sendirilah orang yang ditanyakannya.
Sebuah kemasan dalam bentuk kotak yang dikemas secara menarik berpindah ke tangan saya. Saya diminta membubuhkan tanda tangan di lembar khusus yang tadinya dijepret dibagian atas kotak tersebut. Saya mengucapkan terima kasih dan berpikir urusan telah selesai.
Tapi ternyata dengan tanda tangan saja tidak cukup, saya disuruh memegang bingkisan lebaran yang baru saja saya terima dan difoto pakai kamera hape si pengantar barang.
Saya sebetulnya agak keberatan untuk difoto dan dengan gaya bercanda saya bertanya, apakah ini prosedur yang wajib dilakukan si penerima. Si pengantar barang mengatakan memang wajib, sebagai bukti di kantornya bahwa ia telah melaksanakan tugas sebagaimana mestinya.
Ya, akhirnya saya bisa memaklumi. Si pengantar barang hanya sekadar melaksanakan tugasnya. Bila saya menolak difoto, bisa-bisa bingkisan tidak jadi diserahkan ke saya karena dianggap sebagai penolakan.Â
Kenapa ada peraturan yang makin ribet itu? Mungkin saja karena tanda tangan sudah sering dipalsukan. Dalam hal pengiriman barang misalnya, barang diambil oleh yang tidak berhak, tapi seolah-olah ditandatangani oleh si penerima yang tercantum di dokumen resminya.Â
Jadi, sekarang pihak pengirim tidak ingin tertipu lagi oleh perbuatan oknum dari perusahaan pengantar barang, lalu dimintalah foto saat penyerahan barang sebagai salah satu persyaratan dalam mengantar barang.
Ya saya berprasangka baik saja, biar hati saya tenang. Kenapa saya dapat bingkisan lebaran? Karena saya nasabah prioritas dari sebuah bank milik negara. Memang, mengirimkan bingkisan seperti itu, sudah menjadi bagian dari pelayanan bank terhadap nasabah yang memenuhi kriteria tertentu. Paling tidak sejak beberapa tahun terakhir ini saya menerima bingkisan dua kali setahun, saat mau lebaran dan saat ulang tahun.
Tapi dalam urusan mengirimkan bingkisan itu, pihak bank tidak melakukan secara langsung, namun diurus oleh perusahaan tertentu yang menyediakan barang dan sekaligus mengirimkannya ke nama-nama yang dikehendaki pihak bank. Â Bingkisan yang baru saja saya terima berisikan beberapa kotak cookies.
Mudah-mudahan data identitas saya, yang lengkap dengan alamat, nomor hape, dan foto itu tadi bisa dijaga dengan baik baik oleh pihak bank maupun vendor penyedia dan pengirim paket.