Setelah membaca sebuah tulisan di Kompasiana yang menangkap keluhan masyarakat karena membengkaknya tarif listrik yang harus dibayarnya, membuat saya tergerak untuk memberikan tambahan informasi.
Bahwa kemungkinan ada kekeliruan yang dilakukan oleh pihak Perusahaan Listrik Negara (PLN), sebetulnya juga sudah diakui oleh pejabat PLN.
Seperti yang ditulis oleh kompas.com (6/5/2020), di wilayah kerja PLN Unit Induk Distribusi Jakarta Raya telah menerima sekitar 2.900 aduan pelanggan selama masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB).
Aduan tersebut berkaitan dengan tagihan listrik yang dirasakan pelanggan tidak sesuai dengan pemakaian listriknya. Dari 2.900 aduan dimaksud, telah selesai diteliti sebanyak 2.200 aduan.
Hasil penelitian PLN, 94 persen aduan tersebut sudah sesuai dengan pemakaian listrik oleh pelanggan. Hanya 6 persen yang akan dikoreksi oleh PLN. Hal ini karena selama PSBB petugas pencatat meteran listrik tidak mendatangi rumah para pelanggan.
PLN menggunakan rumus tersendiri, yakni sebesar rata-rata pemakaian bulanan selama 3 bulan terakhir. Akibatnya ada rumah yang sekarang dalam kondisi kosong tanpa penghuni, tapi ditagih sekitar Rp 1 juta.
Nah, jika menyimak penjelasan di atas, kelihatan bahwa mayoritas aduan pelanggan kemungkinan besar hanya berdasarkan perasaan saja, bukan pada bukti kuantitatif. Merasa pemakaian listrik biasa-biasa saja, tapi kok tagihan membengkak? Padahal tarif listrik tidak naik.
Hal ini boleh jadi karena kita memang tidak terbiasa mencatat posisi meteran listrik setiap bulannya. Di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, saya melihat bahwa petugas selalu datang mencatat (sebelum PSBB) setiap tanggal 19 atau 20.
Namun karena saya sempat berbincang langsung dengan petugas tersebut, akhirnya tercapai kesepakatan bahwa ia tak perlu ke rumah saya, tapi saya akan fotokan posisi meteran setiap tanggal  19 dan mengirimkan ke petugas itu menggunakan WA.
Dengan demikiaan saya sangat gampang menelusuri jumlah pemakaian listrik saya, karena tinggal dilihat di galeri foto di hape saya. Dan hasilnya, memang sejak PSBB, pemakaian listrik saya meningkat sekitar 50 hingga 60 persen.
Saya tidak kaget, karena anak saya yang kuliah di Jatinangor, Jawa Barat, sekarang sepenuhnya di rumah. Kamarnya yang biasa kosong, sekarang hidup terus listriknya beserta peralatan elektronik yang dipunyainya.