Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jika Ada Saudara Datang, Jangan Langsung Dikira Mau Pinjam Uang

30 April 2020   00:01 Diperbarui: 30 April 2020   13:21 730
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pecahan uang Rupiah.(sumber: Shutterstock via kompas.com)

Ajaran agama Islam tentang pentingnya membina silaturahmi antar sesama manusia, sangat jelas. Bahkan bagi yang sengaja memutus tali silaturahmi, ancamannya sungguh berat, dilaknat Allah.

Namun di zaman sekarang ini, ternyata tidak gampang juga menjalin silaturahmi, bahkan antar famili sendiri. Kehidupan yang semakin individualis, di mana masing-masing orang memikirkan nasibnya sendiri, diduga menjadi salah satu penyebabnya.

Jika seseorang punya kelebihan rezeki, cenderung disimpan sebagai cara berjaga-jaga untuk menutupi kebutuhannya di masa depan. Jarang yang ingin sering menjalin kontak dengan saudara, tetangga, atau sahabat-sahabatnya, sehingga jika ada di antaranya yang sedang sakit namun tidak punya uang untuk berobat, tidak akan didapat informasinya.

Seseorang baru mengontak orang lain bila ada kepentingan pribadinya, misalnya ada kerjasama bisnis atau ada pekerjaan yang harus dilakukan secara bersama. Bisa pula karena salah satu pihak membutuhkan bantuan dari pihak lain.

Bahkan ketika semua orang telah punya hape seperti sekarang ini, masih juga ada antar kerabat yang tidak saling bertukar sapa. Katakanlah ada si A dan si B yang merupakan saudara sepupu, karena ayah si A adalah kakak dari ibu si B, hubungannya seperti bukan antar dua orang yang punya hubungan famili saja.

Padahal dulu ayah si A sangat dekat dan saling membantu dengan semua saudaranya. Tapi pada generasi beriukutnya, jalinan silaturahmi semakin longgar, dan begitu seterusnya, makin tidak saling kenal pada generasi ketiga yakni anak-anak si A dengan anak-anak si B.

Ironisnya, baik si A maupun si B sebegai generasi yang lahir pada dekade 70-an sangat aktif menggunakan media sosial, dan terlebih lagi anak-anak mereka yang sekarang berada pada masa kuliah atau sekolah.

Mereka hanya asyik dengan dirinya sendiri, posting foto, video, lalu menunggu komentar teman-teman dunia mayanya. Sedangkan anak-anaknya asyik menikmati main game online, menikmati video musik atau video call dengan teman satu gengnya di sekolah.

Kembali ke si A dan si B, kisah rekaan di atas asumsinya adalah mereka punya tingkat kesejahteraan yang setara. Paling tidak pada saat lebaran, saat ada famili yang menikah atau ada famili yang meninggal dunia, mereka berdua masih bertemu, walaupun antar anak-anak mereka susah untuk akrab. 

Ceritanya jadi lain bila si A jadi orang kaya, sedang si B jadi orang yang hidupnya pas-pasan. Bisa ditebak, hubungan si A dan si B jadi semakin jauh, karena si B sungkan mendekat sedangkan si A malas mengajak.

Si B biasanya punya perasaan sensitif, kalau mendekat dikira akan meminjam uang. Si A pun sering memasang kewaspadaan tingkat tinggi, kalaupun si B akan meminjam uang, ia sudah menyiapkan alasan penolakan, atau cukup memberikan uang ala kadarnya saja.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun