Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Atasi Covid-19 dengan Optimis, Badai Pasti Berlalu Versi Pepatah Minang

20 April 2020   14:08 Diperbarui: 20 April 2020   14:14 1335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pepatah tersebut lebih sering dikutip dalam menjelaskan filosofi kepemimipinan menurut adat Minang, yang dalam pengambilan keputusan selalu ditempuh melalui musyawarah. Seberat apapun persoalan, pasti bisa dimusyawarahkan. Hasil musyawarah harus dipatuhi oleh masyarakat.

Tapi disesuaikan dengan kondisi sekarang ini, saat wabah Covid-19 semakin banyak meminta korban, pepatah Minang di atas tetap relevan untuk memupuk rasa optimisme. Lambat atau cepat, akan dapat teratasi, sehingga situasi akan normal kembali.

Kalau ingin memakai bahasa puitis, pepatah itu bisa diganti dengan "badai pasti berlalu" yang diambil dari judul sebuah novel yang amat populer dan filmnya juga meledak pada tahun 1977.

Memang, menurut data terbaru yang disampaikan juru bicara tim penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, jumlah pasien yang sembuh sudah lebih banyak dari yang meninggal. 

Tapi perkiraan para ahli, puncak dari wabah ini baru akan terjadi pada bulan Mei-Juni mendatang. Bahkan sampai akhir tahun ini masih akan ada penambahan warga yang terpapar, meskipun dengan laju penambahan per hari yang makin menurun.

Menghadapi berbagai perkiraan para ahli itu, jelas kewaspadaan harus kita tingkatkan. Tapi bukan berarti membuat nyali kita ciut. Sikap optimis tetap perlu dipupuk.

Namun dalam memupuk rasa optimis, tentu saja membutuhkan sejumlah persayaratan. Bukan pasrah menunggu takdir dan bukan pula beraktivitas setiap hari di luar rumah seperti tidak terjadi apa-apa, seolah-olah menantang takdir.

Karena bencana ini memandang semua manusia adalah sama, mau orang kaya atau miskin sama peluangnya untuk terpapar virus, maka tentu menuntut terciptanya komitmen bersama yang juga dipatuhi bersama.

Dalam hal ini kita harus percaya pada aturan yang ditetapkan pemerintah. Jangan anggap enteng segala aturan yang berlaku di daerah yang menerapkan PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) seperti di Jabodetabek.

Kalau mengacu pada pepatah Minang di atas, segala keputusan menurut konsep kepemimpinan Minang terlahir dari musyawarah.  Ada 5 elemen yang ikut bermusyawarah yaitu ninik mamak, cadiak pandai, alim ulama, bundo kanduang, dan parik paga dalam nagari.

Ninik mamak adalah pemegang otoritas adat yang terdiri dari para penghulu dari berbagai suku. Cadiak pandai merupakan cendekiawan, sedangkan alim ulama sama pengertiannya dalam bahasa Indonesia yakni yang menguasai ilmu agama. Bundo kanduang adalah perwakilan ibu-ibu, dan parik paga dalam nagari merupakan perwakilan anak muda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun