Kalau saya tidak salah ingat, saat peresmian penggunaan jalan tol pertama di Indonesia, tepatnya di jalan tol Jakarta-Bogor-Ciawi yang disingkat dengan Jagorawi, 42 tahun lalu, istilah resmi yang digunakan untuk jalan tol adalah jalan bebas hambatan.
Namun karena dinilai lebih praktis, akhirnya sampai sekarang istilah jalan tol sudah sangat akrab di telinga kita. Bahkan mungkin tidak banyak yang tahu bila ditanya apa itu jalan bebas hambatan.
Masalahnya, meskipun namanya jalan tol, tetap saja pada hari atau jam tertentu mengalami kemacetan juga, seperti yang terlihat di jalan tol dalam kota Jakarta dan di jalan tol Jakarta-Cikampek, sebelum berlakunya ketentuan physical distancing. Jadi, kalau mau dipakai istilah bebas hambatan, terasa kurang tepat.
Kebetulan anak gadis bungsu saya sejak 2017 kuliah di Universitas Padjadjaran, Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Makanya saya relatif sering menempuh jalan tol dari Jakarta sampai keluar di kilometer 154, ujung dari jalan tol Cileunyi, dan sebaliknya. Dari pintu keluar tol Cileunyi ke tempat kos anak saya masih sekitar 5 km lagi.
Saya sudah kenyang terjebak macet parah di jalur tersebut. Biasanya sejak dari km 10 di daerah Bekasi sampai km 50 di daerah Karawang adalah yang paling menyebalkan, lumayan sering kendaraan tidak bergerak sama sekali.Â
Alhasil, dari Jakarta ke Jatinangor atau sebaliknya, beberapa kali saya tempuh selama sekitar 6 hingga 7 jam, terutama ketika proses pengerjaan proyek jalan tol layang yang disebut juga sebagai jalan tol Jakarta-Cikampek II pada tahun 2018-2019, tengah dikebut.Â
Sejak Desember 2019 dengan rampungnya pembangunan jalan tol layang di jalur Bekasi-Karawang tersebut, memang lumayan membantu. Tapi tetap saja di jam tertentu pada hari kerja atau sepanjang hari libur, tidak bisa melaju bebas hambatan.Â
Di atas jalan tol layang pun, karena hampir semua kendaraan pribadi memanfaatkannya karena takut terganggu banyaknya truk yang berlari lamban di jalur bawah, akhirnya juga terjadi penumpukan kendaraan.
Seandainya tidak ada hambatan sepanjang jalan tol, perjalanan tetap tidak bisa disebut sebagai mulus 100 persen. Soalnya bagi yang keluar tol di Bandung, atau seperti yang sering saya alami saat keluar tol di Cileunyi, harus bersabar menunggu antrean yang panjang. Dari sekian banyak pintu keluar tol, antrean terparah adalah di Pasteur Bandung dan di Cikarang sebelum ada tol layang.
Tapi pengalaman saya hari Kamis (9/4/2020) betul-betul berbeda. Baru sekarang saya bisa merasakan yang namanya bebas hambatan dalam arti sesungguhnya.Â
Saya hanya butuh waktu sekitar 2 jam saja menjajal tol Jakarta-Cileunyi. Waktu tempuh yang sama juga saya rasakan ketika pulangnya dari Jatinangor ke Jakarta.