Mohon tunggu...
Irwan Rinaldi Sikumbang
Irwan Rinaldi Sikumbang Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

menulis untuk menikmati kehidupan

Selanjutnya

Tutup

Otomotif Artikel Utama

Naik KRL Rasa MRT, Kubur Kenangan Buruk Saat Penumpang Luber ke Atap

15 Februari 2020   08:09 Diperbarui: 15 Februari 2020   17:01 862
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lama sekali saya tidak naik kereta rel listrik (KRL). Padahal rumah saya di bilangan Tebet Jakarta Selatan relatif dekat dari stasiun kereta api. 

Bukan apa-apa, saya terlanjur punya gambaran yang kurang nyaman seperti yang dulu sering saya alami. Selama tahun 1998 sampai paruh pertama 1999, saya setiap hari kerja bolak-balik Jakarta-Bogor karena ada program penugasan dari perusahaan tempat saya bekerja.

Saya enggan mencari tempat kos di Bogor, karena bila naik KRL masih sempat berangkat pagi dan sampai lagi di rumah saat maghrib. Jika saya naik bus akan memakan waktu lebih lama 

Waktu itu setiap saya naik KRL, dompet selalu saya masukkan ke dalam tas, lalu saya memegang tas erat-erat di tengah kepungan penumpang yang amat sesak. Soalnya sering terjadi penumpang yang kecopetan.

Walaupun sudah berjubel sampai ada yang duduk di atap kereta, bergelantungan di pintu gerbong atau berdiri di teras penghubung antar gerbong, kelompok pengamen masih sempat-sempatnya mengadakan pertunjukan. Banyak pula pedagang asongan yang menjajakan dagangannya.

Penumpang naik atau turun kereta secara berebutan. Saya punya strategi, satu stasiun sebelum sampai di stasiun tujuan, saya mulai sedikit-sedikit bergeser hingga sudah berada di depan pintu keluar.

Penderitaan terbesar adalah bila turun hujan. Air akan masuk karena pintu tidak ditutup. Sebagian jendela juga tidak bisa ditutup. Kadang-kadang saya tutupi kepala pakai koran agar tidak kena hujan.

Tapi kenangan buruk tersebut sekarang sudah terkubur. Saat ini naik KRL sudah serasa naik MRT saja. Itulah yang saya rasakan Rabu (12/2/2020) lalu.

Awalnya karena saya bersama anak bujang dan anak gadis saya, berencana menonton film "Parasite" di sebuah mal di dekat Bundaran Hotel Indonesia (HI), Jakarta Pusat.

Saya sebenarnya ingin naik taksi saja yang dapat dipesan secara online. Tapi karena pas mau berangkat sudah jam 15.35 sedangkan jadwal pemutaran film jam 16.25, menurut anak saya bila naik taksi bakal telat, karena macet di jalan.

Akhirnya saya ikuti saja saran anak saya yang sudah lumayan sering naik KRL. Dan betul saja, jam 16.10 kami sudah berada di bioskop. Padahal kami harus pindah dari KRL ke MRT di Stasiun Sudirman. Keluar dari Stasiun MRT Bundaran HI pun, kami berjalan kaki sekitar 100 meter.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Otomotif Selengkapnya
Lihat Otomotif Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun