Anak kedua kurang mendapat perhatian, tapi anak bungsu terlalu dilindungi sehingga tidak dibolehkan mengambil keputusan sendiri. Semuanya ayah yang mengatur.
Sedangkan yang saya lakukan, rasanya telah mencoba memberikan perhatian yang sama pada semua anak. Anak-anak pun memilih sendiri mau bersekolah atau kuliah di mana.
Saya lumayan "terhanyut" menikmati NKCTHI. Bahkan tanpa sadar beberapa kali saya meneteskan air mata ketika konflik ayah dan anak lagi dalam tensi tinggi. Saya tidak malu ketangkap basah oleh anak saya saat meneteskan air mata.
Memang, soal air mata, saya dari dulu lebih boros ketimbang istri saya, maksudnya saya lebih gampang terharu. Meskipun saya tahu, cerita film hanya rekaan semata.
Untung saja seusai menonton film, tak ada tudingan atau sindiran dari anak-anak saya terhadap cara saya selama ini memperlakukan mereka.Â
Hanya saya sendiri sudah merasa dapat pelajaran banyak dari NKCTHI. Bahwa apa yang baik di mata orang tua, belum tentu ditangkap secara sama oleh anak.
Salah satu keuntungan bagi anak-anak saya setelah mereka berhasil mengajak saya nonton bareng, saya relatif lebih mudah mengizinkan anak-anak bila mereka ingin keluar rumah. Tak lagi banyak tanya, selain pesan agar selalu hati-hati.
Namun kalau perspektifnya dibalik, hari ini saya malah mengkhawatirkan cerita tentang nanti. Makanya saya tulis judul tulisan ini dengan HIKCTN.
Akankah tiga orang anak saya akan saling kompak terus sampai tua, sebagaimana yang kami lakukan (saya dan semua kakak beserta semua adik) sejak kami kecil sampai  sekarang, meskipun masing-masing sudah punya keluarga sendiri.
Saya tujuh bersaudara, tapi sekarang dua orang telah berpulang ke rahmatullah, sehingga tinggal berlima. Meski kami tinggal berbeda kota, yakni di Sumbar, Riau, dan saya sendiri di Jakarta, kami tetap sering berkumpul dan saling membantu.Â
Bahkan kekompakan itu tidak sebatas dengan saudara kandung saja, tapi juga dengan saudara ipar, sepupu dan semua keponakan. Apalagi sejak ada media sosial, komunikasi kami semakin lancar.