Saya mengikuti berita dari Kompas TV Senin pagi (18/11/2019). Salah satu topik yang diangkat adalah keberhasilan Kejaksaan Agung mengembalikan uang negara hasil korupsi sebesar Rp 477 miliar.
Jumlah tepatnya adalah Rp 477.359.539.000. Pelakunya adalah Kokos Leo Lim yang tersandung kasus pengadaan batubara, di mana sebuah perusahaan milik negara sudah memberikan uang sejumlah tersebut di atas kepada Kokos sebagai pemenang tender, namun tak kunjung dapat batubara sesuai spesifikasi.
Menurut Kompas TV, jumlah tersebut merupakan rekor tersendiri dan selama ini tidak gampang mengembalikan uang hasil korupsi ke kas negara. Kalaupun kembali, biasanya dalam jumlah yang lebih kecil ketimbang yang dikorupsi.
Tulisan ini tidak bermaksud membahas sisi modus korupsinya, tapi lebih terfokus pada teknis pengembalian kerugian negara. Kenapa harus diserahkan secara tunai? Bukankah kelaziman saat ini setiap transaksi besar dilakukan lewat bank?
Bahkan dengan semakin banyaknya alternatif pembayaran non-tunai, untuk berbelanja receh pun, banyak anak muda yang melakukannya lewat aplikasi yang dipasang di telpon pintarnya.
Lewat bank yang dimaksudkan di sini adalah melalui mekanisme kliring dari rekening tempat menyimpan hasil korupsi ke rekening milik Kejaksaan Agung.
Saya bukan orang yang mempunyai latar belakang pendidikan tinggi di fakultas hukum. Tapi logika saya merasakan menghadirkan uang tunai sebanyak itu terlalu ribet dan ada risikonya.Â
Mungkin si koruptor menyerahkan ke negara melalui mekanisme transfer atau kliring, lalu Kejaksaan Agung mengambil secara tunai untuk kepentingan konferensi pers saja, untuk seterusnya disetor kembali ke bank.Â
Tapi kalau mengacu pada berita di media massa, antara lain dimuat di jawapos.com, Kokos memang mengembalikan seluruh kerugian negara secara tunai.
Konferensi pers tersebut dilakukan Jumat (15/11/2019) yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung ST Burhanuddin di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Sebetulnya yang diperlihatkan kepada para jurnalis "hanya" uang tunai sebesar Rp 100 miliar saja. Tapi itupun sudah membuat sesak ruangan tempat konferensi pers berlangsung.