Namun semua itu hanya kenangan dari zaman keemasan lagu daerah. Kondisi sekarang ini sangat jauh berbeda. Boleh dikatakan generasi sekarang lebih hafal lagu-lagu barat dan kurang mengenal lagu daerah.
Khusus untuk lagu Minang, izinkan saya menyebutnya sebagai sudah terlalu lama mati suri. Memang setahu saya masih ada lagu Minang yang baru. Tapi tidak begitu dikenal oleh warga Minang sendiri.Â
Hanya ada satu radio swasta yang punya program khusus memutar lagu Minang sepanjang siarannya, baik lagu lama maupun yang baru. Padahal ada banyak radio swasta di belasan kota di Sumbar.
Radio dimaksud adalah Harau FM di Payakumbuh. Sewaktu saya berada di Payakumbuh awal Agustus lalu, saya sempatkan mendengar lagu-lagu Minang keluaran terbaru.Â
Menurut saya lagunya kalah jauh dari lagu lama, lebih mirip lagu dangdut ala Pantura yang di-Minang-kan. Maklum saja, yang menciptakan dan menyanyikan masih kelas lokal Sumbar, bukan artis nasional asal Sumbar seperti dulu.
Tapi perkembangan lagu daerah lain pun dari pengamatan sekilas, kelihatan tak beda jauh, kecuali khusus lagu pop Jawa, yang beruntung punya seorang Didi Kempot.
Kalau mau, Didi Kempot tentu bisa saja membuat lagu hits berlirik dalam bahasa Indonesia. Tapi penyanyi sekaligus pencipta lagu yang sekarang dijuluki Lord Didi dan god father of broken heart itu tetap konsisten mendendangkan lagu-lagu Jawa.Â
Nah, saya sungguh mengharapkan munculnya Didi Kempot versi Minang untuk mambangkik batang tarandam, membangkitkan gengsi yang sudah lama terbenam.
Banyak penyanyi pop Indonesia yang berdarah Minang. Yang paling menonjol adalah Tulus yang lahir dan besar di Bukittinggi sebelum kuliah di Bandung. Tapi belum kelihatan penyanyi yang memilih konsisten di jalur lagu Minang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H