Jika melihat nama-nama yang menjadi pengurus inti PDIP hasil kongres di Bali baru-baru ini, mereka yang menginginkan terjadinya kaderisasi dengan memunculkan banyak anak muda, mungkin akan kecewa.
Soalnya mayoritas dari nama-nama tersebut adalah wajah lama yang juga ikut pada kepengurusan periode yang lalu. Ada memang wajah baru seperti masuknya Tri Rismaharini yang juga Wali Kota Surabaya.Â
Namun Bu Risma termasuk kader lama di partai berlambang banteng itu. Kalaupun dianggap kejutan adalah bersedianya Risma menjadi pengurus pusat yang berarti sekarang medan pengabdiannya mencakup area nasional, bukan lokal Surabaya lagi.
Tapi ada satu nama yang mencuri perhatian yakni Basuki Tjahaja Purnama, kader baru yang langsung ngetop namanya karena pada dasarnya memang sudah populer.Â
Bahkan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri menyapa khusus Ahok, nama panggilan dari Basuki, yang disebut beliau sebagai BCP (harusnya BTP), saat menyampaikan sambutan pada pembukaan kongres.
Ahok memang beberapa kali berganti partai, namun mengingat potensi besar yang dimilikinya yang sudah ditunjukkan ketika menjadi Wakil Gubernur dan berlanjut sebagai Gubernur DKI Jakarta, wajar bila mendapat posisi dalam kepengurusan PDIP.
Maksudnya, Ahok bisa dapat fasilitas pengecualian. Meskipun anggota baru, tidak harus merangkak dari bawah untuk dapat posisi pengurus pusat. Apalagi dengan posisi yang jelas akan mempertegas tanggung jawab serta bisa terhindar dari bujukan atau godaan untuk jadi kutu loncat lagi.
Setelah ditelusuri dari pemberitaan di sejumlah media daring, antara lain dari merdeka.com (10/8/2019), ternyata Ahok sendiri yang meminta untuk tidak dapat jabatan apapun di PDIP.
Ahok ingin fokus membantu partai dalam bidang pengembangan desa, salah satunya dengan membuka lapangan kerja. Untuk itu Ahok akan menawarkan beberapa aplikasi untuk bisa membantu sampai level desa, membuka lahan untuk program kedaulatan pangan, antara lain dengan menanam jagung dan kedele, sekaligus membuka lapangan kerja.
Tapi berita di atas bisa ditafsirkan secara berbeda. Sekiranya konsep Ahok untuk membantu desa tersebut punya nilai yang tinggi di mata Megawati dan Jokowi, siapa tahu bahwa ini menjadi indikasi bahwa Ahok bakal menjadi menteri pada kabinet baru yang segera digodok pasangan Jokowi-Ma'ruf Amin.
Namun kalaupun kursi menteri tidak jadi diberikan pada Ahok, diyakini bahwa tetap saja Ahok punya cara di belakang layar, ikut berperan dalam menyukseskan pembangunan nasional pada periode kedua kepemimpinan Joko Widodo sebagai Presiden Republik Indonesia.