Setelah saya tidak lagi bekerja secara full time di sebuah perusahaan jasa keuangan, satu hari dalam seminggu saya punya kegiatan sebagai pengajar tidak tetap di sebuah Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi swasta di Jakarta Selatan.
Karena latar belakang pendidikan saya dan juga pengalaman selama bekerja di perusahaan banyak berkaitan dengan bidang akuntansi, maka saya diminta mengajar mata kuliah yang berkaitan dengan itu.Â
Awalnya saya memegang mata kuliah Pengantar Akuntansi yang wajib diambil semua mahasiswa Fakultas Ekonomi di semester I dan II. Sekarang dipercaya menyampaikan mata kuliah Akuntansi Lanjutan yang diambil mahasiswa jurusan Akuntansi semester V dan VI.
Karena mahasiswanya sudah punya pemahaman akuntansi dari semester-semester sebelumnya, maka sengaja saya memberikan gambaran yang terjadi di dunia nyata, agar kelak mereka tidak kaget saat sudah bekerja sebagai akuntan.
Sebetulnya saya hanya bercerita secara bebas saja, sebahagian besar pengalaman saya sendiri ditambah dengan berbagai referensi yang saya baca, khususnya topik yang hangat dibicarakan publik namun ada kaitan dengan ilmu akuntansi.
Pertama, saya ingin menggugah semua mahasiswa untuk tidak memakai kacamata kuda dan merasa disiplin ilmunya yang paling penting dan tidak mencoba memahami disiplin ilmu lain. Ini berkaitan dengan anggapan bahwa mahasiswa jurusan akuntansi merasa lebih bergengsi ketimbang jurusan lain di fakultas ekonomi.
Memang semua perusahaan pasti butuh para akuntan, makanya lamanya lulusan S-1 Akuntansi menganggur setelah lulus, relatif pendek ketimbang mahasiswa disiplin ilmu lain.
Namun setelah masuk ke dunia kerja, justru karir alumni akuntansi yang kurang memahami ilmu lain seperti teknologi informasi, pemasaran, komunikasi perusahaan, akan kalah bersaing dengan alumni disiplin ilmu lain yang memahami akuntansi. Untuk belajar akuntansi tidak harus kuliah, sambil bekerja pun bisa dilakukan.
Makanya jangan heran melihat figur-figur yang sekarang menjadi anggota direksi di banyak perusahaan kelas menengah ke atas, termasuk juga di Badan Usaha Milik Negara (BUMN), tidak begitu banyak yang latar belakang pendidikannya akuntansi. Tapi pasti para pejabat tinggi itu memahami akuntansi, kalau tidak, tidak mungkin bisa menduduki jabatan tersebut.
Kedua, ilmu akuntansi betapa pun penuh dengan angka-angka, tetap bagian dari ilmu sosial, bukan ilmu eksakta seperti matematika. Soalnya angka-angka berupa laporan keuangan perusahaan sangat diwarnai oleh estimasi, asumsi, judgement, dan hal-hal lain yang di mata pihak lain bisa diragukan objektivitasnya.
Bahkan laporan keuangan yang sudah diaudit akuntan publik pun (akuntan yang bukan pihak internal perusahaan, tapi pihak independen yang diminta memeriksa secara khusus), juga tidak bebas dari bias.